Ada orang yang kalau sedang berada di atas mimbar kehormatan, dia bisa berbicara begitu lugas dan jelas. Atau kalau ada orang yang menyampaikan wejangan, sangat enak didengar telinga.
Makanya, ada orang yang karena kemampuannya dijuluki sebagai “singa podium”. Seperti Presiden pertama RI, Sukarno. Orasi-orasinya memikat pendengar dan sanggup menggugah semangat juang.
Tetapi apakah hal yang sama juga terjadi ketika seseorang itu sudah turun panggung dan bekerja dengan kata-kata? Maksudnya, hal yang sama tadi turut disampaikannya dalam bentuk untaian kata? Menulis.
Tidak juga, malah kebanyakan terjadi sebaliknya. Pandai berbicara, belum tentu juga pandai menulis. Kalau sekadar bisa, pasti bisa. Tetapi daripada membaca karya tulisnya, akan lebih rumit memahami ketimbang mendengar pidatonya.
***
Memang, belum ada penelitian resmi untuk mendukung premis (asumsi), dugaan sederhana seperti ini. Tetapi hampir pembicaraan yang menyinggung hal ini, pokok kesimpulan yang diambil bisa senada.
Tidak ada korelasi yang seimbang antara kemampuan oral dan tulisan.Saat keduanya berjalan bersama, tidak bisa didapatkan garis kurva yang bisa sejajar. Kemampuan berbicara tinggi, kemampuan menulis biasa saja. Kemampuan menulis bagus, tapi saat berbicara terasa datar.
Aneh kan kelihatannya? Tapi ini nyata.
Orang-orang pendiam, tak banyak omong, kadang justru dari mereka lahir karya-karya yang indah. Lebih mudah membaca dan mengerti karya yang dibuatnya ketimbang mereka yang pandai berbicara.
***
Apakah menulis lebih susah daripada berbicara? Tidak juga sebenarnya. Pilihan kata untuk menerangkan sesuatu secara verbal dan non verbal, pastilah berbeda. Runtutan kisah yang dibangun juga pasti banyak berbeda.