"Masuk sini, Mas."
"Iya, Bu. Terima kasih. Di sini saja, ngisis (mendinginkan badan)."
"Bagaimana kabarnya Ibu di rumah? Sehat?
"Ya, begitulah..."
"Ibumu itu sakitnya karena kebanyakan mikir. Apa-apa dipikirkan. Jadinya ya sakit terus begitu. Kayak nenek ini, lho. Pasrah. Sehat. Kalau waktunya dipanggil Tuhan, ya, siap.
Aku sudah paham wataknya ibumu.Â
Wis, salam saja biar sehat. Suruh main-main ke sini biar nggak stress di rumah terus..."
Â
Overthinking. Ini istilah apa lagi ya sebenarnya? Orang 'endonesa' ini kalau tak pakai bahasa 'enggres' kok sepertinya kurang afdol begitu...
Overthinking. Berpikir lebih. Berarti teliti, dong? Bagus, kan, ya?
Ops, tunggu dulu. Overthinking yang ini ternyata salah satu istilah yang bisa dikatakan sebagai 'penyakit'.  Seperti narasi percakapan riil di atas. Memikirkan saya ini sedang sakit apa? Ya, itulah sakitnya.
Overthinking adalah sebuah istilah untuk perilaku memikirkan segala sesuatu secara berlebihan. Kondisi tersebut bisa dipicu oleh adanya kekhawatiran terhadap sesuatu. Mulai dari persoalan sepele keseharian, masalah besar, hingga trauma di masa lalu. Semua itu dipikirkan secara terus-menerus.
Kebanyakan overthinking dialami oleh wanita ketimbang pria. Hal ini bisa karena faktor biologis atau problem sosial budaya.
Dampak Buruk Overthinking
Memang overthinking bisa dianggap sebagai sikap berhati-hati sebelum mengambil keputusan. Overthinking juga membantu seseorang dalam memahami problematik dari berbagai sudut pandang.
Namun, penyebab dari overthinking sendiri tidak diketahui secara pasti. Sikap terlalu banyak berpikir semacam itu justru cenderung ditunjukkan oleh orang yang mengidap penyakit mental, seperti: 'gangguan kecemasan atau depresi'.
Gangguan kecemasan adalah kondisi yang menyebabkan seseorang merasa terus khawatir dan takut berlebihan dalam menghadapi berbagai situasi sehari-hari. Sementara, depresi adalah gangguan suasana hati yang membuat seseorang terus merasa sedih dan kehilangan minat.