Sebelum membaca isi seluruh berita yang ditulis itu, terlebih dulu melihat-lihat foto yang ditampilkan dan membaca keterangan yang ada di bawahnya. Benar-benar merasa senang.
Lima hari pasca meledak kasus menolak pemakaian jilbab oleh 1 di antara 46 murid SMK Negeri 2 Padang, akhirnya adik-adik ini bisa bernafas lebih bahagia. Mereka bisa menunjukkan identitas aslinya sebagai murid nonmuslim,
Mereka yang sejak awal masuk sekolah negeri terpaksa menggunakan jilbab sebagai atribut wajib di sekolah, sekarang sudah bisa tampil berbeda. Apa adanya sebagaimana keyakinan agama yang diimaninya.
Buah perjuangan dari warganet untuk menggelorakan kasus ini agar didengar oleh pejabat yang berwenang membuahkan hasil. Apalagi setelah menteri pendidikan mengancam pihak-pihak yang telah melakukan perbuatan yang melanggar nilai kebhinekaan ini agar mendapat sanksi tegas.
(2)
Awal dugaan saya tak meleset tatkala membaca statement yang dikatakan oleh sekolah yang bersangkutan, dalam hal ini diwakili kepala sekolah. Dituturkan sebelumnya bahwa murid nonmuslim yang memakai jilbab tidak ada masalah. Mereka senang dan merasa nyaman karena merasa tidak ada perbedaan dengan yang lain. Saya tidak tahu apakah itu hanya sebuah lips service atau kamuflase belaka.
Kalau pernyataan tersebut memang betul, mereka merasa nyaman, maka semestinya atribut itu masih melekat sampai benar-benar ada jaminan dan ketegasan soal peraturan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Pantauan wartawan kompas.id menyebutkan tanggal 26 Januari 2021, siswi yang sebelumnya mengenakan jilbab, sudah tidak lagi. Membiarkan rambutnya terlihat, tak lagi tertutup. Berarti itu hari Selasa. Jika Sabtu dan Minggu libur (5 hari efektif), maka gerak cepat itu terjadi pada Jumat dan Senin. Sebab kejadian awal terjadi pada Kamis, 21 Â Januari 2021. Bak bola salju menggelindingnya pasca hari itu.
Jadi kalau alasan para siswi merasa nyaman, sepertinya kok janggal. Semestinya tetap saja dipakai, sembari menunggu aturan bakunya keluar. Tetapi kenyataan berkata lain, mereka tak perlu lagi sembunyi-sembunyi karena takut mendapat ancaman dari sekolah akibat pelanggaran seragam sekolah.
(3)
Yang tampak menggelikan adalah pernyataan dari mantan walikota yang seakan bangganya mengatakan itu sudah 15 tahun yang lalu, mengapa baru ramai sekarang? Bukankah ini seperti membenarkan kebijakan yang telah diambilnya waktu itu sudah tepat. Pernyataan yang konyol sebagai pejabat publik, yang semestinya berpihak atas nama kepentingan seluruh masyarakatnya. Bukan malah membuat segregasi, pembedaan dan diskriminasi atas dasar agama.