Tulisan ini awalnya satu bagian dengan judul sebelumnya, Merayakan 100 Tayangan Tulisan di Kompasiana (https://www.kompasiana.com/hendra.setiawan/5e983fe7d541df7b906a12b2/merayakan-100-tayangan-tulisan-di-kompasiana). Namun sepertinya agak panjang jika disatukan, dan bagian inipun ternyata juga bisa menjadi tema tersendiri. Jadi, akhirnya dipisahkan saja. Semoga tidak bosan bertemu lagi... :)
Menulis Untuk Apa?!
Ini adalah tantangan pertama dan terberat bagi "penulis relawan". "Untuk apa capek-capek menulis? Belajar menjadi data, mencari gambar pendukung, belajar mengolah data itu hingga akhirnya menjadi sebuah tulisan matang.
Buat apa melakukan itu  semua, wong gak dapat apa-apa dari hasil 'kerjas keras' itu? Mending kalau dapat honor seperti profesi wartawan atau jurnalis, atau kontributor sebuah media. Kerja lepas, tapi bisa juga kecipratan dapat honor.
Saya termasuk penulis yang tidak gampangan. Saya sadar itu. Maksudnya, tidak semua hal yang meskipun ada ide, pendapat untuk menuangkannya dalam karya, tetapi untuk melakukan hal itu, tidak serta merta. Katakanlah, orang sering menyebutnya dengan mood. Mood-nya gak ada, ya gak produktif.
Istilah lain sih, bisa juga disebut sebagai "penulis pemilih". Tak sembarangan menulis. Hanya memilih yang disukai, yang sesuai dengan kata hati, dalam kondisi tertentu semata.
Hampir dipastikan, para penulis di sini ada yang bertipe demikian. Setuju...?!Â
Antara Kesenangan dan Keisengan
Seorang kawan yang menjadi jurnalis, pernah memberikan materi wawasan jurnalistik kepada para mahasiswa. Dalam salah satu sesi, ia menjelaskan bahwa menjadi penulis sebenarnya ada dua tipe.
Pertama, penulis yang by born. Penulis yang memang dari lahirnya dikarunia talenta untuk menulis. Sebut saja orang-orang yang dikatakan sebagai penyair, sastrawan,  novelis, cerpenis, kolumnis, dan hal-hal sejenisnya.
Kedua, adalah penulis yang by learn. Ia bisa menjad penulis karena belajar. Misalnya, bisa jadi profesi jurnalis atau wartawan tadi. Ia akan belajar bagaimana cara menulis yang baik dan benar. Teori-teori kaidah berbahasa hingga teori-teori ilmu komunikasi dan jurnalistik, akan menjadi bekal di dalam memaksimalkan kemampuannya.