Mohon tunggu...
Hendra Jatmiko
Hendra Jatmiko Mohon Tunggu... -

wasekum ptkp hmi cabang jakarta timur

Selanjutnya

Tutup

Politik

UU KPK Bukan Berarti Kitab Suci yang Tak Dapat Direvisi

21 Oktober 2015   00:48 Diperbarui: 21 Oktober 2015   01:13 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akar sejarah korupsi yang sangat tua menjadikannya sulit diberantas, apalagi dihilangkan, sama sulitnya dengan memberantas kejahatan lainnya seperti perampokan dan pencurian. Hal yang dapat dilakukan adalah meminimalisir dan membatasi ruang dan kesempatan terjadinya korupsi dengan langkah-langkah antisipatif dan penegakan hokum yang konsisten.

   Indonesia adalah salah satu Negara berkembang yang dilanda korupsi secara sistemik. Dampak paling serius dan substansial yang ditimbulkan korupsi adalah tercederainya rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan

   Dari setiap pergantian rezim pemerintahan yang berkuasa di Indonesia juga mengupayakan pemberantasan korupsi. Upaya yang dilakukan dalam meminimalisir tindak pidana korupsi di dalam Pemerintahan Jokowi-JK dilakukan dengan salah satu cara yaitu melakukan revisi UU No. 31 Tahun 2002 tentang KPK.

   Dalam proses pengkajian Draft UU tersebut, banyak kalangan yang menganggap bahwa revisi yang dilakukan adalah salah satu bentuk upaya untuk melemahkan KPK. Dikarenakan didalam Draft RUU tersebut ada beberapa pasal yang dianggap melemahkan dan membatasi KPK. 

   Revisi UU dalam suatu Negara yang berdasarkan hukum adalah hal yang sudah biasa dilakukan. Hal ini dikarenakan perlunya penyesuaian kondisi hukum dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, hukum itu selalu dalam keadaan dinamis dan mengikuti perkembangan yang terjadi dalam suatu Negara.

   Dalam hal kaitannya dengan revisi UU KPK, bukan berarti UU KPK dapat diakatakan seperti kitab suci yang dilarang untuk direvisi. Revisi UU KPK perlu dilakukan agar pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Didalam proses revisi suatu peraturan perundang-undangan pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.

   Bahwa dalam proses kekuasaan pembentukan atau revisi undang-undang, rakyat harus diikutsertakan. Sebab keikutsertaan rakyat merupakan karakteristik utama hukum (pemerintah) dan meraka yang harus menaati hukum, karena hukum menentukan hubungan antara pelaksanaan (yang diperintah). Jadi, untuk menghindari adanya kesewenang-wenangan dalam pembentukan undang-undang, keikutsertaan rakyat yang diperintah terhadap siapa hukum itu diberlakukan, adalah persyaratan mutlak.

(Sumber Buku : Republik Tanpa KPK Koruptor Harus Mati, Ilmu Perundang-undangan, Gubuk Keadilan Bantuan Hukum & Pemenuhan Kebutuhan Accsess To Justice)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun