Jakarta Utara Banjir Tapi Waduk Pluit Tidak Jebol
Tengah hari Minggu 19 Januari 2014, saya mendapat kiriman copy tweet melalui Whatsapp, bahwa waduk Pluit jebol. Ini beritanya "Tweet from TweetCaster - @detikcom: Tanggul Jebol, Wilayah Pluit Bak Lautan http://de.tk/Vvl0bx via @detik_tv"
Refleks saya membuka beberapa media online. Benarkah waduk Pluit jebol? Pertama saya mendapat berita bantahan Camat Penjaringan, Rusdiyanto. "Tidak ada yang jebol, kondisinya mulai dari Kelurahan Penjagalan sampai Kelurahan Kapuk tidak ada gangguan" (Kompas.com, Jumat,18/1/2013, 23.05). Ah ternyata ini berita Kompas.com persis setahun lalu.
Berita Liputan6.com berhasil saya dapatkan:
Hujan semalaman membuat Jakarta Utara banjir, status Siaga I diumumkan karena Waduk Pluit telah kelebihan daya tampung air. Siaga 1 yang dimaksud tentu ditujukan kepada wilayah-wilayah di sekitar Waduk Pluit. "Ketinggian air di Waduk Pluit sudah mencapai plus 115, sudah siaga 1," kata Operator Rumah Pompa Waduk Pluit saat dihubungi di Jakarta, Sabtu 18/1/2014 (Liputan6.com, 18 Januari 2014, 12.04).
Jakarta Utara banjir tak salah, tapi Waduk Pluit jebol ternyata tidak benar, lebih tepat Waduk Pluit disebut kelebihan daya tampung air.
Intensitas Curah Hujan Bukan Penyebab Banjir
Pada waktu meninjau perumahan Kelapa Gading Jokowi mengatakan penyebab banjir di perumahan Kelapa Gading karena intensitas hujan yang tinggi dan adanya rob.
"Memang terjadi hujan deras di sekitar Pulogadung dan robnya naik. Problemnya ada di situ," kata Jokowi (Sindonews.com, 18 Januari 2014).
Wahana Lingkungan Hidup membantah pernyataan Jokowi. Hujan bukan penyebab banjir, tapi area resapan air yang terus berkurang yang menyebabkan banjir. "Permasalahan banjir di Jakarta bukan karena curah hujan yang tinggi. Karena, volume hujan tidak pernah berubah. Sebaliknya daerah resapan air yang berkurang dan tempat penampungannya yang tidak ada" (Sindonews.com, 18 Januari 2014).
Di lain pihak BMKG institusi yang menguasai data klimatologi Jakarta, termasuk data curah hujannya dari tahun ke tahun menyangkal pendapat Gubernur DKI Joko Widodo terkait penyebab banjir karena faktor curah hujan. Menurut BMKG justru intensitas curah hujan pada tahun ini lebih rendah. "Curah hujan di kawasan ibu kota pada 2014 lebih rendah dibanding 2013 ketika terjadi banjir lebih besar," kata Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem BMKG Achmad Zukri (Republika,19 Januari 2014).
Perbedaan pendapat antara Jokowi dengan Walhi dan BMKG anggaplah sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat. Hujan deras berhari-hari adalah kenyataan, banjir adalah kenyataan, kurangnya area serapan air juga tidak salah. Perbedaan pendapat ini lebih baik digunakan Gubernur Jokowi sebagai masukan untuk melakukan tindakan apa yang akan dilakukan pasca banjir nanti untuk seluruh DKI maupun untuk wilayah Kelapa Gading, bagaimana caranya agar area resapan air bertambah, apakah mungkin perizinan membuat bangunan harus diperketat agar lahan tertutup bangunan dan beton tidak memperparah daya serap tanah terhadap air pada musim hujan.