Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Uang Receh Untuk Gedung KPK

27 Juni 2012   11:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Komisi III DPR memberi bintang pada anggaran untuk pembangunan gedung KPK.  Seorang perwira menengah TNI/POLRI jika diberi bintang tentu sangat gembira, bintang satu dipundak artinya Brigadir Jenderal.   Akan tetapi tanda bintang pada anggaran yang dibahas di Komisi III DPR konon artinya ditunda persetujuannya bahkan mungkin akhirnya tidak disetujui DPR, kalau cuma ditunda pimpinan KPK bukankah tak perlu ngomel-ngomel.

Silang pendapat dengan berbagai dalih dikemukakan oleh kedua pihak.  KPK perlu gedung yang lebih luas, saat ini pimpinan, staff dan karyawan yang berjumlah 700-an orang berkantor di dua gedung terpisah, satu gedung di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, satu gedung lagi di belakangnya tak jauh dari gedung yang disebut pertama.

Komisi III DPR masih menolak memberi persetujuan atas anggaran yang diajukan Pemerintah.  Alasannya KPK adalah lembaga sementara (sering disebut ad hok), yang suatu saat akan dibubarkan bila tugasnya dianggap selesai.  Sebagai lembaga sementara mungkin tak perlu dibangunkan gedung baru, demikian kira-kira pendapat sebagian anggota Komisi III DPR.

Di lain pihak para pengamat dan penggembira menganggap KPK perlu diberi gedung baru karena membutihkan agar semua karyawan berkantor satu atap.  Alasan lain ada juga yang mengatakan bahwa KPK tak sepenuhnya bisa disebut lembaga ad hok alias sementara hanya karena alasan dalam konstitusi RI tidak disebut nama KPK.  Menurut sang pakar hukum tata negara Kepolisian dan Kejaksaan juga tak disebut dalam konstitusi RI toh tidak disebut ad hok, karena kedua lembaga tersebut bila tak ada akan menyebabkan negara kacau.

Bambang Wijoyanto, salah seorang pimpinan KPK mungkin terlalu emosi menanggapi penolakan Komisi III DPR, sampai dia mengajak masyarakat untuk urunan membangun gedung.  Tentu saja dia jadi bulan-bulanan lawan KPK, siapapun di KPK yang menerima duit sumbangan masyarakat akan dilaporkan ke Kapolsek Setia Budi supaya ditangkap.

Masyarakat menanggapi positif ajakan Bambang Wijoyanto yang secara hukum dapat disamakan dengan menerima gratifikasi bila menerimanya.  Pedagang kaki lima, mahasiswa, masyarakat di jalan mulai mengumpulkan uang receh, Menteri BUMN mau menyumbangkan gajinya selama 6 bulan.  Sekalipun sepintas aksi masyarakat baru sekadar simbol perlawanan terhadap DPR, bukan mustahil bila seluruh rakyat Indonesia digerakan terkumpul uang yang diperlukan untuk membangun gedung KPK.

Kita lihat saja apakah Komisi III DPR RI tetap keukeuh, berkeras-kepala tidak menyetujui anggaran pembangunan gedung KPK atau mereka akan melunak dan menyetujui pada akhirnya.  Rupanya sebagian anggota Komisi III sadar benar dengan kekuasaannya untuk menyetujui anggaran pengeluaran negara, bila dianggap sedikit tak sopan ditunda dulu kalau perlu coret anggarannya. DPR loh gitu lebih berkuasa dari eksekutif di zaman reformasi ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun