Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekilas 40 Tahun Pendidikan Tinggi ala Amerika di Indonesia

4 September 2012   06:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:56 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pasca Sarjana

Pada satu edisi harian Kompas tahun 1974, Prof Dr Ir Andi Hakim Nasution menulis artikel tentang pendidikan di IPB setingkat Master of  Science di Amerika Serikat.  Institusi itu beliau sebut Sekolah Pasca Sarjana, mungkin terjemahan dari istilah Amerika Graduate School, sedangkan gelar lulusannya disebut Magister Scientiarum, belakangan resmi disebut Magister Sains.  Rencana besar Profesor Andi Hakim Nasution saat itu menjadi landasan atau mungkin acuan pendidikan tinggi nasional yang kemudian mengenal istilah Sarjana Strata 1 (S1), S2 dan S3.

Pendidikan Pasca Sarjana terstruktur pertama di Indonesia sepengatahuan saya dimulai tahun 1975 dengan dibentuknya Sekolah Pasca Sarjana (SPS), yang saya ingat satu jurusan yang banyak peminatnya adalah Statistika Terapan.  SPS saya duga sebagai rencana berikut pak Andi Hakim Nasution setelah beliau dan IPB memperkenalkan program sarjana 8 semester yang pertama di Indonesia pada tahun 1972.  Sedangkan program pendidikan doktor yang sebelumnya diselenggarakan by research, dimodifikasi menjadi program 'sekolah', dimana peserta program doktor menjadi mahasiswa kembali, masuk ruang kuliah, selain tentu membuat penelitian untuk disertasi doktornya.

Sebelum tahun 1972, pendidikan sarjana diselenggarakan enam tahun, paling tidak yang saya ketahui di IPB, FKUI, ITB, Fapet dan Faperta Unpad, Fapet dan Fahutan UGM, dimana beberapa teman seangkatan dan kakak kelas di SMA kuliah.  Jenjang pendidikan terdiri dari tahap Sarjana Muda dan Sarjana Lengkap.  Setelah 1972 pun masih banyak perguruan tinggi yang menyelenggarkan pendidikan sarjana selama enam tahun. Para lulusan sarjana program 6 tahun ini dalam ijazahnya ditulis 'berhak mempertahankan disertasi doktor', kira-kira begitu  ijazah Sarjana Perikanan milik kakak sulung saya.  Lulusan doktor by research yang saya duga model pendidikan zaman Belanda, salah satu yang dikenal di Indonesia adalah Dr Ir Toyib Hadiwijaya, lulusan Fakultas Pertanian UI (kemudian jadi IPB), mantan Rektor IPB, mantan Dubes RI di Belgia dan mantan Menteri Pertanian Kabinet pak Harto pada awal beliau berkuasa.

ITB seingat saya mulai memperkenalkan program sarjana 8 semester awal 1970an juga, hanya berdasarkan pengetahuan empiris, beberapa belas teman seangkatan -masuk 1974 dan 1975-  lulusan ITB baru tamat setelah sekolah enam tahun. Demikian pula dua orang teman SMA baru tamat dari FKUI setelah sekolah 6 tahun.  Di FKUI dulu setelah tingkat 5 mereka berhak menggunakan gelar Drs Med., serupa di Fakultas Kedokteran Hewan mahasiswa setelah tingkat 5 mendapat gelar Drs Vet. Med.  Mungkin ada yang ingat Drs Asrul Sani pelaku seni film, beliau seingat saya salah satu Drs Vet. Med. dari FKH Bogor.

Salah satu sudut memori saya juga mengingatkan :


  1. Suatu hari saya membaca berita di koran Kompas mungkin tahun 1970an akhir, FE UGM mengundang calon peserta program doktor ekonomi, dengan syarat sarjana dari pelbagai jurusan  dan lulus tes.  Seingat saya dari sejumlah calon peserta yang lulus, satu diantaranya seorang Letnan Kolonel Angkatan Laut bergelar Insinyur.  Mungkin program doktor ekonomi UGM ini juga salah satu pionir penyelenggaraan pendidikan pasca sarjana di Indonesia.
  2. Pada awal 1970an ITB pun secara rutin telah menyelenggarakan Pasca Sarjana Jalan Raya, iklannya pernah saya baca di harian Kompas.
  3. Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (LPPM) di Jalan Menteng Raya no 9 Jakarta, pada tahun 1967 pernah menyelenggarakan semacam graduate school model Harvard Business School selama dua tahun.  Program ini sempat terhenti lama karena biayanya terlalu mahal, untuk kemudian dimodifikasi menjadi Graduate School selama 10 bulan dengan nama Wijawiyata Manajemen sejak tahun 1977.  Itulah cikal bakal program Magister Manajemen di Indonesia.


Sarjana diterjemahkan Bachelor ?

Penghargaan terhadap sarjana yang bersekolah 8 semester sama dengan sarjana yang bersekolah 12 semester.  Argumen saya adalah bila mereka bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) sama-sama dihargai golongan IIIA sebagai awal karirnya, ini sudah terjadi sejak tahun 1976/1977 saat lulusan pertama sarjana 8 semester terjun ke masyarakat.   Penghargaan dari dunia swasta?  Dunia swasta atau dunia bisnispun menghargai sarjana lulusan 8 semester setara lulusan 12 semester.

Setelah pendidikan berjenjang ala Amerika S1-S2-S3 memasyarakat, mulai timbul penyetaraan S1 dengan Bachelor,  sesuai dengan jenjang yang berlaku di Amerika Bachelor - Master - Doctor.    Penyamaan level S1 dengan Bachelor saat ini sudah umum diterima baik di perguruan tinggi maupun di swasta.  Kita lihat banyak iklan pencari kerja menulis "Minimum Bachelor/S1 Degree from any dicipline" atau bila membaca biografi dosen di perguruan tinggi, banyak yang menulis jenjang pendidikan yang ditempuhnya, misalnya Bachelor : IPB, Master : Ohio State University, Doctor : Ohio State University.

Seorang Presiden Direktur salah satu anak perusahaan Astra Group pada tahun 1990 pernah tak percaya bahwa seorang sarjana harus melalui jenjang master dulu sebelum menempuh pendidikan doktor.  Beliau berargumen karena sebagai lulusan UGM tahun 1960-an, bila mau dan ada kesempatan ia berhak mempertahankan disertasi doktor.  Seorang dosen FEUI pada tahun 1987 saat mengajar pernah bilang "Program sarjana 8 semester itu kira-kira setara Bachelor plus", ia berpendapat sarjana sedikit di atas lulusan Bachelor di Amerika yang sekolahnya 3 tahun. Argumentasi keduanya  tak ada yang salah, karena saat itu belum ada keterangan resmi dari Pemerintah.

Tak terasa 40 tahun sudah sejak pertama kali Pak Andi Hakim dan Rektor IPB Profesor Ahmad Satari meluncurkan program pendidikan barunya di IPB, mungkin ITB juga menyelenggarakan program yang serupa pada waktu hampir bersamaan sebelum akhirnya merata di seluruh Indonesia.  Para lulusan sarjana yang sekolahnya hanya 8 semester, setelah hampir 40 tahun telah diterima masyarakat dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun