Pada tahun 2010 saya membeli sebuah rumah kecil tipe 45 di sebuah perumahan di tepi jalan raya antara kota Bogor - Kampus IPB Darmaga, sekitar satu kilometer sebelum kampus. Tujuan membeli rumah tadinya untuk sekedar "punya-punyaan", sebagai orang Bogor yang sudah tiga puluhan tahun tinggal di Jakarta dan Depok, saya ingin punya rumah pribadi di Bogor. Kebetulan saat itu anak saya baru tahun kedua kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Setahun lebih rumah tersebut kosong, karena anak saya terlanjur menyewa kamar di sebuah gedung indekos khusus untuk mahasiswi yang sangat dekat dengan kampus IPB, disamping perumahan kami masih sepi. Awal 2012 anak saya mulai mengisi rumah, tidak sendirian ia mengajak kawannya mahasiswi satu fakultas untuk tinggal di rumah kami tanpa bayar sewa. Beruntung juga kompleks perumahan tersebut dijaga sejumlah Satpam selama 24 jam, cukup aman untuk tempat tinggal anak-anak perempuan, tentu para penghuni perumahan membayar sejumlah uang untuk iuran kebersihan dan keamanan.
Sayangnya atau untungnya (?) he he he, anak saya dan temannya yang berasal dari Medan pada akhir 2012 selesai studinya, lulus sebagai sarjana Teknologi Industri Pertanian. Keduanya terpaksa tidak tinggal di rumah kami lagi, karena bekerja di luar Bogor. Mereka meninggalkan rumah sekitar Mei 2013 dalam keadaan terawat. Rumah kamipun kosong kembali sampai September 2013.
Ada dua peminat yang ingin mengontrak rumah kami, satu keluarga dosen universitas negeri di Maluku Utara yang sedang studi program Doktor di IPB, lalu datang menyusul peminat kedua seorang bapak relatif masih muda dari Medan, ingin mengontrak rumah kami untuk anaknya laki-laki, mahasiswa Fakultas Pertanian IPB dan seorang kawannya juga mahasiswa Pertanian IPB. Karena peminat pertama tak memberi kabar berita lagi setelah kami bertemu, rumah kami kontrakkan untuk dua orang mahasiswa asal Medan.
Setahun berlalu, saya tak pernah menengok rumah kami tersebut, kecuali satu kali pada bulan Juli 2014, ketika kami singgah setelah mengambil surat pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan dari pengurus RT. Saya perhatikan pintu utama bagian bawah jebol, halaman rumah yang tak seberapa luas menyemak tak terurus, pohon Mangga yang saya tanam tumbuh sangat subur, pot besar tempat saya menanam pohon Salam dipindah ke pojok rumah, untung pohonnya masih hidup he h he ....
Pada akhir September 2014, ayah si mahasiswa via telepon tanya saya, apakah masih mau dikontrakkan lagi? Silakan kata saya, nanti pintu yang saya lihat rusak diganti atau diperbaiki. Yang sangat mengejutkan kamar mandi dan toilet sangat kotor menguning akibat endapan karat atau besi, saya pikir si penyewa rumah malas membersihkan kamar mandi dan toilet. Mau tak mau kamar mandi dan toilet harus dibersihkan, saya teringat bahan kimia pembersih toilet merk ..... yang iklannya sering ditayangkan di TV. Minggu ini biar saya panggil tukang untuk memperbaiki pintu yang rusak, pegangan pintu yang copot, kamar mandi yang kotor dan membersihkan halaman yang menyemak. Heran betapa joroknya dua pemuda yang menghuni rumah saya ini.
Alangkah bedanya kalau yang mengisi mahasiswi dibanding mahasiswa. Apa betul ya anak perempuan lebih memperhatikan kebersihan dibanding anak laki-laki? Anak saya dan temannya ketika mengisi rumah kami berusia sekitar 21-22 tahun, demikian pula dua orang mahasiswa yang sekarang mengontrak rumah kami usianya sekitar 21-22 tahun, pertengahan tahun depan kuliah mereka di IPB selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H