Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ketika Saya Mendapat Kiriman Kartu Natal

26 Desember 2014   15:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:25 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bekerja di lingkungan yang karyawanya sebagian besar menganut agama Islam dan Nasrani dan berhubungan kerja dengan orang asing yang budayanya berbeda dengan kita menorehkan catatan khusus sebagai bagian dari sejarah kehidupan. Sebelum bekerja di lingkungan yang orangnya beragam saya tak tahu sama sekali bedanya Katolik dan Protestan, sekalipun sejak usia SD punya banyak teman beragama Kristen.

Karena nama saya nama 'nasional' yang tak menunjukkan keterkaitan erat dengan salah satu agama, pada awal saya bekerja di perusahaan yang karyawan Muslim dan Nasraninya berimbang dan kebetulan di kantor pusat jumlah karyawan termasuk direksi mencapai sekitar 300 orang, seringkali karyawan yang tak dekat dengan saya salah kira. Mereka mengucapkan selamat hari Natal, bahkan ada salah satu manajer yang berbeda divisi selama beberapa tahun rutin mengirim kartu Natal melalui pos ke rumah.

Tentu salah kira ini lama-lama lurus sendiri, karena saya terbiasa shalat Dzuhur dan Ashar di mushalla kantor dan mengikuti tausyiah hampir setiap Jumat sore dan tentu saja tak pernah mengikuti acara keagamaan Nasrani seperti persekutuan doa setiap Jumat siang atau perayaan Natal yang diselenggarakan di aula kantor. Mungkin teman-teman yang pernah salah kira tersenyum dikulum setelah tahu saya seorang Muslim, tapi tentu saja hubungan kami tetap baik.

[caption id="attachment_386028" align="aligncenter" width="375" caption="Ketika makan malam bersama, Coca  Cola menjadi minuman pengganti bir untuk saya (Dok. Pribadi)"][/caption]

Pekerjaan saya selama hampir 30 tahun di bidang logistik spare part, manajemen kualitas dan manajemen lingkungan memberi kesempatan berinteraksi dengan mitra kerja satu 'grup' se-Asia Pasifik. Diantara mereka yang paling unik orang Jepang, kebetulan tak satupun diantara teman-teman Jepang saya yang Nasrani, namun setiap tahun mereka tak pernah absen mengucapkan 'Merry Christmas and Happy New Year' kepada saya dan semua teman mereka di luar Jepang.

Semula saya menduga mereka tak tahu bahwa saya Muslim, namun setelah beberapa kali bertemu muka baik di Tokyo maupun di Jakarta dan yakin mereka tahu saya Muslim -saat makan dengan mereka saya bilang saya tidak minum minuman beralkohol, tidak makan 'buta' (babi) karena saya Muslim dan mereka cukup membantu memeriksa makanan ketika makan bersama, mana yang 'boleh' saya makan- , kebiasaan mengirim kartu Natal tak juga berhenti. Kenapa? Kebiasaan mengirim kartu ucapan Natal dan Tahun Baru dan belakangan setelah zaman komunikasi online melalui email merupakan budaya di perusahaan mereka, selain kepada saya yang Muslim, teman-teman di Thailand, Taiwan, Malaysia, Hongkong, China, Korea dan Singapura yang bukan Nasrani juga menerima ucapan selamat Natal dan Tahun Baru.

[caption id="attachment_386029" align="aligncenter" width="365" caption="Midtown West - Roppongi mulai semarak dengan hiasan pohon terang.  Pada foto di atas tertulis 16/11/2007, seharusnya  22/11 atau 23/11 karena pada kunjungan itu saya tiba di Narita tgl 18/11/2007. (Dok. Pribadi)"]

14195502241880217327
14195502241880217327
[/caption]

Seperti saya tulis di atas teman-teman Jepang saya itu tak satupun yang Nasrani, namun saya pernah menyaksikan sendiri menjelang hari Natal 25 Desember 1995, kebetulan saya berada di Tokyo, saat itu saya menyaksikan betapa semaraknya kota Tokyo dengan hiasan hari Natal, terutama di pusat-pusat keramaian seperti Ginza, Akihabara dan Shinyuku. Pada kunjungan lainnya sebulan menjelang hari Natal 2007, suasana gedung perkantoran tempat saya beraktivitas  di Akasaka-Roppongi juga mulai dihangatkan dengan hiasan pohon terang, mungkin 'warming up' menjelang akhir tahun.

Saya maklum bagi orang Jepang umumnya hari Natal dan Tahun Baru merupakan suasana libur yang diisi dengan kegembiraan, diramaikan  'year end sales' atau obralan kata orang Betawi, kebanyakan bukan karena cita rasa keagamaan mereka. Bertemu dengan penduduk Jepang yang merayakan Natal saya alami juga, pada 23 Desember 1995, namun keluarga yang saya kunjungi ini adalah warga Indonesia yang sedang tugas belajar di Tokyo he he he .....

[caption id="attachment_386031" align="aligncenter" width="375" caption="Berkunjung ke sebuah keluarga Indonesia yang merayakan Natal di Meguro-Tokyo, 23 Desember 1995 (Dok. Pribadi)"]

1419551704612249659
1419551704612249659
[/caption]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun