Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kasus Tolihara, ke Mana BIN kata Mendagri, ke Mana Polres?

18 Juli 2015   07:24 Diperbarui: 18 Juli 2015   08:54 3063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada running text di sebuah TV berita, Menteri Dalam Negeri mempertanyakan keberadaan Badan Intelijen Negara (BIN) atas terjadinya pembubaran shalat Idul Fitri dan pembakaran mushala  di Kabupaten Tolihara. Memang keterlaluan perilaku para perusuh yang membubarkan shalat Idul Fitri dan membakar mushala tepat pada Hari Raya Idul Fitri. Benarkah bahwa kejadian ini didahului oleh beredarnya surat dari 'Badan Pekerja Wilayah Toli Gereja Injili Di Indonesia (GIDI)'? Atau seperti sebuah artikel di Kompasiana yang menduga terjadinya peristiwa ini gara-gara umat Islam yang akan melakukan shalat Ied menolak 'perintah' GIDI agar tidak menggunakan pengeras suara (Toa)?.

Pertanyaan Menteri Dalam Negeri masih masuk akal, apa para telik sandi BIN di Papua tak mengendus kemungkinan terjadinya kerusuhan yang mencengangkan ini? Namun masyarakat juga wajar jika bertanya, apakah Bupati, DPRD, Polres dan Danramil setempat tidak melakukan tindakan preventif apapun setelah menerima tembusan surat pemberitahuan GIDI kepada umat Islam sekabupaten Tolihara? Bila surat tersebut benar, sangat mudah dicerna, surat ini melarang acara Lebaran dilakukan di Kabupaten Tolihara, boleh dilakukan di luar Kabupaten Tolihara dan Jayapura dan kaum muslimat dilarang menggunakan yilbab (mungkin maksudnya jilbab). Bahkan surat pemberitahuan itu juga memuat GIDI melarang adanya agama lain dan gereja  denominasi lain dilarang mendirikan rumah ibadah di Kabupaten Tolihara. Pindaian (scanning) surat pemberitahuan ini sekarang beredar luas di dunia maya.

Menteri Dalam Negeri seharusnya bukan hanya mempertanyakan keberadaan BIN, tapi menegur Bupati dan DPRD yang tidak sigap mencegah kejadian ini, padahal surat bertanggal 11 Juli 2015 jauh sebelum hari Idul Fitri, isinya sangat tak pantas dari sudut logika hukum maupun logika bermasyarakat di Indonesia, yaitu pelarangan aktivitas keagamaan umat Islam dan pelarangan pendirian rumah ibadah agama lain, termasuk gereja yang tidak berafiliasi dengan GIDI. Kepolisian Resor Tolihara harus menindak tegas pelaku kerusuhan, termasuk dua pendatangan surat GIDI.

Membaca surat pemberitahuan GIDI bertanggal 11 Juli 2015 atau enam hari sebelum tanggal kejadian 17 Juli 2015, pihak Kepolisian Tolihara benar-benar kecolongan bila tak boleh disebut lalai, kecuali bila ada fakta bahwa Polres Tolihara tidak pernah menerima tembusan surat tersebut -sesuatu 'hil yang mustahal' bila surat ini benar-benar ada-, termasuk saya bertanya juga kenapa masyarakat yang dituju surat tersebut 'diam saja', tidakkah melapor ke Polisi dan Bupati Tolihara?

Nasi sudah menjadi bubur, Polres Tolihara selain harus menyelidiki kasus pembakaran mushala dan pembubaran shalat Idul Fitri, sekalian memeriksa tuntas keterlibatan pengurus GIDI, lebih-lebih lagi surat GIDI yang sepertinya menganggap dirinya pemilik Kabupaten Tolihara (dan Jayapura). Berdamai adalah pilihan yang paling baik, namun bila ada unsur kejahatan pidana diselesaikan juga sesuai hukum yang berlaku.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun