Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jenderal Politisi?

26 Juli 2014   14:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:07 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jenderal Budiman sebagai KSAD diberhentikan dari jabatannya pada 21 Juli 2014. Dua hari kemudian penggantinya telah diketahui, Letnan Jenderal Gatot Nurmantyo, Panglima Kostrad. Banyak orang menduga-duga kenapa Jenderal Budiman diberhentikan dari jabatannya dua bulan sebelum ia pensiun sebagai seorang tentara? Apakah ini buntut dari kemarahan Presiden SBY yang pada 2 Juni mengumpulkan 200 jenderal tentara dan polisi, pada kesempatan itu Presiden menunjukkan kemarahannya karena ada pihak tertentu yang menarik-narik jenderal aktif agar berpihak dalam pemilihan presiden. Pada kesempatan itu Presiden SBY juga menyindir ada jenderal aktif yang sudah tidak loyal lagi kepadanya sebagai Panglima Tertinggi TNI dan Polri.

Kejadian tanggal 2 Juni 2014 berlalu, mendingin dan pemilihan Presiden 2014 pun berlangsung dengan aman, kasus Jenderal yang tak loyal dan condong ke salah satu capres mulai dilupakan sampai diumumkannya Jenderal Budiman diberhentikan dua bulan sebelum pensiun.

Benarkah Jenderal Budiman yang dimaksud jenderal yang tak loyal lagi kepada Presiden, condong ke salah satu capres? Jawaban resmi tentu saja tidak atau bukan itu alasan pemberhentian Jenderal Budiman sebagai KSAD. Dalam rangka penyegaran karena Budiman mau pensiun itulah jawaban resminya. Alasan ini masih logis sebenarnya karena sebelumnya ada dua kejadian penggantian KSAL (Laksamana TNI Suparno) dan KSAU (Marsekal TNI Subandrio) dilakukan antara 8 - 12 bulan sebelum kedua Kepala Staf Angkatan itu pensiun. Dari sudut etika politik tindakan Presiden SBY memberhentikan KSAD Jenderal Budiman sehari sebelum pengumuman pemenang Pilpres 2014 juga menunjukkan kematangan SBY sebagai politisi, ia membuat keputusan strategis sebelum diketahui adanya "Presiden pengganti dirinya".

Pada tanggal 25 Juni 2014 Letnan Jenderal Gatot Nurmantyo dilantik Presiden SBU sebagai KSAD baru di Istana Negara, Jakarta. Ternyata Jenderal Budiman tidak hadir pada acara tersebut. Mungkin kejadian KSAD lama tak hadir pada pelantikan tanpa alasan yang logis baru kali ini terjadi sejak zaman Presiden Suharto sampai Presiden SBY. Lebih mencolok lagi siangnya pada pukul 14, Jenderal Budiman hadir pada acara serah terima jabatan KSAD di Mabes TNI AD, yang dipimpin Panglima TNI Jenderal Muldoko.

Berkali-kali para pejabat pertahanan RI, termasuk Panglima TNI Jenderal Muldoko mengatakan pemberhentian Jenderal Budiman  jangan dipolitisisasi. Kenyataannya Jenderal Budiman malah seperti berpolitik, seperti 'melawan' Panglima Tertinggi TNI-POLRI, ketidakhadirannya bukan suatu perbuatan yang lazim bagi seorang Perwira Tinggi TNI. Bila saja masa dinas Jenderal Budiman masih panjang dan masa jabatan Presiden SBY masih stau atau dua tahun lagi, belum tentu Jenderal Budiman berani tak hadir pada pelantikan KSAD baru tanpa alasan logis, karena bisa dinilai 'subordinasi'.

Jenderal Budiman memang nothing to loose, dua bulan lagi pada 25 September 2014 ia berusia 58 tahun, habislah masa dinas aktifnya sebagai tentara. Sebulan setelah itu pada 20 Oktober 2014, bila tak ada aral melintang Jokowi dilantik menjadi Presiden RI menggantikan Presiden SBY. Yang menarik ternyata nama Jenderal Budiman termasuk satu di antara tiga Jenderal yang dinominasikan Jokowi sebagai calon Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (dua nominee lainnya adalah Jenderal Muldoko dan Letnan Jenderal (pur) Sutiyoso. Mungkinkah alasan terakhir ini yang menambah keberanian Jenderal Budiman tidak hadir di Istana Negara?

TNI dan POLRI bagaimanapun harus tetap solid, pucuk pimpinannya harus kompak, sejalan dengan kebijakan Presiden siapapun Presidennya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun