Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

BG yang Bikin Pusing Presiden Jokowi

9 Februari 2015   13:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:33 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seumur-umur punya presiden, baru kali ini mengalami seorang polisi berpangkat setara Letnan Jenderal ternyata mampu bikin pusing dan mungkin bikin bingung seorang Presiden Republik Indonesia. Sekretaris Kabinet, Andi Wijayanto sampai mengumumkan 6 opsi jalan keluar untuk mengatasi kebuntuan  BG setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK dalam statusnya sebagai Kapolri yang dipilih Presiden dan diloloskan DPR.

Setiap opsi tentu mempunyai implikasi dan dampak baik bagi BG, bagi Presiden maupun bagi rakyat Indonesia yang sebagian diantaranya sangat geram atas 'lemot'-nya Presiden mengambil keputusan. Berikut ini pendapat saya sebagai peminat ilmu manajemen atas 6 opsi yang disebutkan Seskab :

1. BG mundur. Sangat jelas sikap BG tak mau mundur seperti dikemukakan tim kuasa hukum BG maupun para politisi partai-partai utama pendukung BG jadi Kapolri, yaitu PDIP, Nasdem, Hanura dan lainnya. Walaupun tampaknya Presiden Jokowi mengharapkan opsi ini - setelah mendengar pendapat Mensesneg dalam sebuah konferensi pers -, harus diakui beliau bukan Pak Harto atau SBY yang mempunyai kewibawaan khusus di kalangan TNI/Polri.

2. Melantik Budi Gunawan. Opsi ini yang diminta PDIP, Nasdem, Hanura, partai "pendukung" Pemerintah, bahkan Aburizal Bakrie. Mungkin akan memicu protes keras dari para aktivis anti korupsi maupun dari rakyat kebanyakan yang peduli anti korupsi. Pelantikan seorang tersangka korupsi menjadi pimpinan institusi besar penegak hukum merupakan ironi yang seharusnya tidak terjadi. Setelah dilantik tentu BG berhak atas pangkat Jenderal Polisi bintang empat, sekaligus Kapolri harus menghadiri pelbagai macam pemeriksaan oleh KPK bahkan mungkin ditahan di rutan KPK di Markas CPM Guntur-Jakarta Selatan. Alangkah terlukanya hati para polisi bila pemimpin teringginya disel karena disangka melanggar hukum.

3. Melantik BG, lalu menonaktifkannya. Sebagian politisi partai-partai politik pendukung BG sebagai Kapolri mengusulkan opsi ini, lantik dulu lalu nonaktifkan. Katanya agar tidak melanggar hukum, walaupun dari sisi akal sehat jadi mirip dagelan. Bila opsi ini dipilih, BG kemungkinan juga harus diberi tambahan satu bintang, Jenderal Polisi bintang empat.

4. Menunda pelantikan BG sampai status hukumnya berkekuatan tetap. Opsi yang tidak dianjurkan untuk dipilih, berapa lama lagi Polri dibiarkan tanpa pimpinan tertinggi yang definitif? Apa akan terus dibiarkan ketidakpastian dalam tubuh Polri? Pilihan ini hanya cocok bila proses hukum sampai penetapan keputusan hanya perlu 1 - 2 bulan saja.

5. Membatalkan pencalonan BG, lalu mencalonkan nama baru sebagai Kapolri. Opsi inilah yang deras diusulkan masyarakat yang tak setuju BG jadi Kapolri  dan penggiat anti korupsi. Saat ini sudah beredar empat nama Komisaris Jenderal Polisi sebagai calon Kapolri pengganti BG bila pencalonannya dibatalkan. Dari empat namapun, satu nama kurang 'dianjurkan' untuk dipilih menjadi Kapolri, dengan alasan antara lain 11-12 dengan BG, sama saja titipan partai politik dan alasan lain.  Bagi BG sendiri yang masa pensiunnya masih 2 tahunan lagi tentu tak akan nyaman terus menjadi pejabat tinggi Polri bila gagal jadi Kapolri. Presiden harus 'menawarkan' jabatan alternatif seperti ditawarkan kepada Jenderal Polisi Sutarman, walaupun tetap dengan konsekuensi BG sebagai tersangka KPK tetap akan diperiksa KPK dan mungkin juga ditahan.

6. Kondisi status quo sambil mengkalkulasi opsi baru. Bila opsi ini dipilih, benar-benar yakin saya punya Presiden yang tak memiliki pendirian. Presiden Jokowi apa boleh buat akan dicibir masyarakat dan sebagian rakyat pemilihnya waktu Pilpres akan kecewa berat, sebagian mungkin meninggalkannya. Mungkin parpol pendukung tak akan peduli dengan sikap masyarakat, dengan alasan klasik 'masyarakat yang mana'? dan siapa tahu dalam hati mereka punya pendapat seragam 'pemilu' masih jauh.  Opsi ini tak nyaman bagi semua pihak, termasuk bagi BG, Polri dan rakyat Indonesia. Tapi perlu diingat dalam Pilkada serentak partai politik seperti ini bisa dijauhi pemilih.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun