Belajar dari novel dan film, menambah pengetahuan dengan membaca novel dan film, bukan hal aneh, biasa-biasa saja, terutama bila novel dan film dibuat berdasarkan kisah sejarah atau mitologi.  Asal saja bumbu ceritanya tak terlalu liar sampai tak masuk akal, nyaman sekali membaca novel atau menonton film yang ada kaitannya dengan sejarah. Hari Jumat lalu tak sengaja saya mampir ke Gramedia Depok, sebagian tempat parkirnya sudah beberapa bulan disulap menjadi area obral buku dengan harga miring.  Salah satu buku yang saya beli kemarin adalah novel 'Gadis Portugis', karangan Mappajarungi Manan, kisah percintaan antara Karaeng Caddi -bangsawan Makassar- dengan Elis Pareira -seorang gadis anak pedagang Portugis-.   Apa yang saya dapat dari novel tersebut? Novel tersebut menceritakan pada masa Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, kota Makassar dihuni bukan hanya oleh orang Makassar, Bugis, Mandar dan suku-suku lokal lainnya, diceritakan orang Inggris, Spanyol, Cina dan Portugis pun bermukim di sana, jumlah orang Portugis yang bermukim di Makassar berjumlah 6000 orang. [caption id="attachment_228633" align="aligncenter" width="210" caption="Gadis Portugis -novel berlatar Sulawesi Selatan-"][/caption] Dari Novel yang berakhir happy ending bagi percintaan Karaeng Caddi dan Elis Pareira tersebut, saya petik informasi bahwa Karaeng Galesong -yang terkenal di pulau Jawa- adalah putra Sultan Hasanuddin dari salah seorang istrinya yang bukan bangsawan.  Pada novel 'Gadis Portugis' dikisahkan para panglima perang Makassar yang tak puas dengan perjanjian Bongaya, memilih hengkang dari bumi Gowa daripada hidup di bawah perintah Belanda -yang waktu itu masih diwakili VOC-.  Karaeng Galesong pergi ke Jawa, membangun pemukiman di sekitar Porong Surabaya, ia juga bersekutu dengan Trunojoyo berperang melawan Belanda. Sedangkan tokoh utama novel, yaitu Karaeng Caddi yang putra mahkota Pallangga, salah satu bangsawan pendukung Sultan Hasanuddin, memilih pergi ke luar Gowa, mendarat di Benoa Bali dan akhirnya menuju pantai utara Pulau Timor bagian timur di sebuah tempat yang kemudian disebut Pante Makasar.  Para panglima perang Makassar juga berpendapat, melawan Belanda adalah hal mudah bila hanya berhadapan dengan Belanda saja, menjadi sulit tatkala yang dihadapi ternyata tentara sekutu Belanda dari Bugis, Bacan, Butung, Ambon.  Persatuan itulah kata kuncinya, bila kita terpecah belah maka bangsa asing akan mudah menguasai Indonesia. Masih menjelang akhir pekan, sebuah film berjudul Troy diputar di sebuah TV swasta. Kisah perang Troya dalam mitologi Yunani ini untuk ketiga kalinya saya tonton. Pertama di sebuah televisi nasional dua puluhan tahun lalu, saya tak menonton utuh, hanya masih teringat ketika pemeran utama wanita dalam film tersebut mencari kekasihnya yang bernama Paris.   Tokoh-tokoh dalam film Troy adalah Hektor dan Paris dari Kerajaan Troya -letaknya di Turki sekarang-, lalu dari pihak Yunani adalah putri Helene yang dibawa kabur Paris, Menelaos raja Sparta suami putri Helene, Achilles petarung Yunani tak terkalahkan dan Agamemnon raja diraja Yunani saudara Menelaos, yang memimpin pasukan Yunani menyerbu Troya, dengan tujuan utama menaklukkan dan menghancurkan Troya, merebut kembali Helene dari Paris hanyalah alasan pembuka jalan saja. [caption id="attachment_228413" align="alignright" width="109" caption="Achilles tendon (sumber: http://www.sports-injury-info.com/images/achilles-tendonitis.jpg)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H