Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Antareja Mass Rapid Transit

27 Juli 2012   08:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:33 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Ketika saya bertanya kepada seorang teman yang saat itu sedang tugas belajar di Tokyo  "Kamu hapal ngga jalan ke rumahmu di Meguro,  kalau tak jauh kita jalan kaki, kalau jauh ya naik taksi".    "Wah jauh mas kalau jalan kaki, lagi pula ngga hapal jalan, soalnya tiap hari naik subway", sahut si teman.  Saat itu bulan Desember 1995, kami berbincang di Akasaka Tokyu Hotel tempat saya menginap.

Akhirnya karena hari sudah malam dan udara sangat dingin kami naik taksi dari Akasaka ke Meguro, sekali-sekali bergaya mewah bolehlah, tiap hari kan sudah hidup sehat, ke mana-mana jalan kaki dan naik kereta api bawah tanah yang disebut subway.  Memang di Tokyo masyarakat pada umumnya menggunakan subway sebagai alat transportasi yang dapat diandalkan, baik kecepatannya, ketepatan waktunya maupun murahnya.  Hanya orang-orang tertentu yang penghasilannya jauh di atas rata-rata yang berani pergi ke kantor mengendarai sedan pribadi, bayar parkir konon mahal dan mau parkir saja susah sekali kok.

Jaringan kereta api dan kereta api bawah tanah kota Tokyo memang sangat memadai, sekeliling kota Tokyo sudah dihubungkan oleh jaringan kereta api yang sangat rumit, ada yang di atas tanah, ada yang di bawah tanah.  Kadang-kadang satu stasiun subway sampai tiga empat tingkat ke bawah.   Sampai hari ini saya tidak tahu jalan di atas tanah dari Akasaka atau Roppongi ke Ginza atau Shinjuku, karena selalu menggunakan subway ke mana-mana saat berkunjung ke kota Tokyo.  Jalan di atas tanah tentu pernah juga dilakukan misalnya untuk route perjalanan Akasaka - TCIT di dalam kota atau jalur luar kota antara  Narita - Akasaka,  Tokyo - Hakone, Tokyo - Yokohama yang memang tak ada subway ke sana, gantinya ya naik bis atau kereta di atas tanah macam KRL Bogor-Jakarta.

Saya membayangkan bila Jakarta sudah dilengkapi jaringan subway menghubungkan seluruh wilayah Jakarta, dengan titik terluar Lebak Bulus, TMII, Rawamangun,  Sunter, Kota, Grogol, Kebayoran Lama.  Lalu di pusat kota ada statsiun subway yang punya jaringan ke seluruh jurusan, tempatnya di Manggarai.  Bila mimpi ini jadi kenyataan maka jadilah kita hidup bagai Antareja, menembus tanah di Pasar Minggu nongol di TMII atau di Manggarai.  Bisa jadi suatu saat kelak cucu saya setelah dewasa tak tahu jalan darat antara Pasar Minggu ke Sunter tempat dia kerja di industri  otomotif, karena terbiasa hidup seperti Antareja.

Pernah saya mengobrol dengan seorang kenalan penduduk Manila, dia bilang bila suatu kota ingin maju seharusnya punya sarana transportasi massal yang canggih seperti subway atau MRT.  Tokyo, Bangkok, Singapura dan Kuala Lumpur sudah punya, malahan Bangkok punya Sky Train dan Kuala Lumpur punya Mono Rail yang melayang di atas tanah.  Tinggal Jakarta dan Manila ya yang masih belum punya kata teman saya itu.  Saya berharap kali ini Jakarta akan mendahului Manila punya subway dan mono rail, bukankah Fauzi Bowo sudah janji jika ia terpilih kembali jadi Gubernur akan ...bla....bla.....bla...bla?  Joko Widodo apakah kau punya cita-cita yang sama? Yang saya ingat dia akan mendekatkan pemukiman pekerja dengan tempat kerja, jadi mungkin dia akan bikin apartemen atau rumah susun yang banyak di tengah kota atau di sentra-sentra industri seperti di Sunter, di sekitar segi tiga emas, dan entah di mana lagi, sebagai cara Joko mengurangi kemacetan lalu lintas

Ngomong-ngomong Antareja itu siapa sih?  Antareja adalah salah satu anak Arya Werkudara alias Bima, Pandawa nomor dua.   Anak anak Bima punyai keahlian masing-masing mirip tiga angkatan perang Republik Indonesia, pertama si Antareja di keahliannya menembus tanah, masuk tanah di Depok nongol di Rawamangun misalnya. Anak kedua si Jakatawang, dia ahli berenang dan menyelam di lautan mirip pelaut dan marinir.  Putra ketiga si Gatotkaca, bisa terbang tak mengganggu kepadatan lalu lintas darat negara Amarta dan Astina tempat mereka bermukim.   Kalau sudah jadi boleh juga kereta api bawah tanah Jakarta diberi nama Antareja Mass Rapid Transit (AMARTA), keren juga kan ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun