Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anas Urbaningrum Banyak Ulah, Diinapkan di Guntur Saja!

8 Januari 2014   08:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 2122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anas Urbaningrum menghina KPK, itulah yang diucapkan seorang warga Palembang ketika diwawancara Metro TV pagi ini, 8 Januari 2014. Seluruh Indonesia melihat Anas (dan pendukungnya) mempertontonkan kepongahan berpolitik tak terpuji, tak mau memenuhi penggilan KPK, ia hanya mengirim anak buahnya di PPI (Perhimpunan Pergerakan Indonesia) -Ma'mun Murod- dan Pengacaranya -Firman Wijaya-.  Kali ini kubu Anas mempersoalkan alasan penetapan Anas sebagai tersangka "untuk kasus Hambalang dan proyek-proyek lain", juga anak buahnya melontarkan kenapa Ibas tak disentuh KPK dan dengan beraninya menuduh pada waktu tak berjauhan Bambang Wijoyanto didampingi Denny Indrayana -Wakil Menteri Hukum dan HAM-  dituduh Ma'mun Murod bertemu dengan Presiden SBY di Cikeas.  Bambang Wijoyanto harus mengikuti langkah Denny Indrayana yang meminta Ma'mun Murod menarik ucapannya dalam waktu 1x24 jam, bila tidak ya diadukan ke polisi.

Walaupun Anas dikenal sangat lihai berpolitik sejak mahasiswa, perbuatannya kali ini sangat bodoh, menantang KPK dengan cara berpolitik yang memang sangat dikuasainya. Seharusnya Anas dan kubunya tak melontarkan tuduhan-tuduhan bernuansa fitnah, bila tak puas dengan proses hukum KPK, lawanlah dengan proses hukum pula, menurut Najwa Shihab dari Media Indonesia, melalui pengacaranya Anas dapat mempraperadilankan KPK. DI KPK nanti saat diperiksa Anas silakan membuka semua 'halaman' yang pernah diucapkannya dimuka umum, tafsiran masyarakat saat itu Anas banyak tahu rahasia (korupsi) lawan politiknya. Silakan buka-bukaan saat sedang disidik dan di pengadilan nanti, tak perlu sungkan-sungkan bung Anas.

Sayangnya Anas yang pernah gagah berani menantang dirinya bersedia digantung di Monas bila ia korupsi seperakpun, Anas yang pernah lantang tak takut ditahan KPK, nyatanya hanya seorang pengecut yang tak mau atau tak berani menempuh proses hukum yang berlaku di Indonesia.

Dari gonjang ganjing penolakan memenuhi panggilan KPK (yang kedua kalinya) pada Selasa 7 Januari 2014, ada dua hal yang harus dilakukan KPK :


  • KPK harus segera memanggil Anas dan lakukan pemaksaan agar Anas datang ke KPK (bukan hanya datang sampai halaman gedung KPK)  bila ia masih ngeyel menantang KPK.  Abraham Samad, Ketua KPK sudah menyatakan akan memanggil paksa Anas tak peduli siapa yang mem-backingi Anas.
  • KPK, dalam hal ini Wakil Ketua KPK Bambang Wijoyanto wajib menuntut secara hukum ucapan Ma'mun Murod, anak buah Anas di PPI, yang menuduh Bambang Wijoyanto menemui Bambang Yudhoyono di Cikeas. Tuduhan-tuduhan anggota PPI terhadap KPK ini bukan pertama kali, tak boleh dibiarkan bila KPK merasa benar.


Anas, politisi muda berbakat, the rising star, calon presiden masa depan, sedang menyiapkan kuburan bagi karir politiknya. Entah siapa pendukung di belakang Anas selain PPI, sampai ia berani melawan KPK. Tak ada pilihan lain bagi KPK untuk segera memanggilnya kembali, bila perlu memaksanya hadir dan langsung ditahan saja di Guntur bila sudah memenuhi syarat, untuk menunjukkan bahwa Anas itu sama saja dengan tersangka KPK lainnya. Menolak hadir panggilan KPK dua kali dengan alasan yang dicari-cari tak boleh dibiarkan berulang bila KPK tak mau wibawanya turun di mata rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun