Kembali wakil rakyat dari NTT menjadi berita hangat media utama maupun media sosial seperti Kompasiana. Anggota Komisi III DPR, Herman Hery, dikabarkan memaki dan mengancam AKBP Albert Neno, pejabat Direktorat Narkoba Polda NTT.
Seturut artikel Mawalu di Kompasiana dan sebuah berita di Tempo.co, memang mengejutkan narasi kasar dan mengancam jiwa, yang diucapkan seseorang (mengaku) bernama Herman Hery, mengaku anggota DPR, menyatakan ketidaksukaannya kepada AKBP Albert Neno, atas tindakannya menyita sejumlah minuman beralkohol dari sebuah toko yang dimiliki Herman Hery.
Mengejutkan sekali ada alat negara berpangkat AKBP, setara Letnan Kolonel, diancam warga sipil atas pekerjaannya yang resmi tugas negara. Bila benar pelakunya seorang anggota DPR, apakah mau menunjukkan ketinggian pangkat sebagai legislator, yang secara protokoler boleh menyapa Presiden RI dengan sebutan saudara?. Bila yang melakukan anak buahnya, luar biasa berani sekali?
Makin menarik ketika Herman Hery menyatakan dirinya tak tahu menahu kejadian penghinaan dan pengancaman pada Jumat malam 25 Desember 2015 tersebut. Herman Hery hanya mengakui pada malam kejadian Ia menyerahkan telepon genggam miliknya kepada stafnya bernama Roni Bunga, agar menghubungi AKBP Albert Neno untuk menemui Herman Hery di hotel (milik)-nya. Herman Hery menyatakan tak tahu menahu apa yang dibicarakan Roni Bunga dengan AKBP Albert Neno, ia hanya dilapori Albert Neno tak bersedia menemuinya.
AKBP Albert Neno sudah melapor ke Polda NTT, bahkan Polisi mulai mengumpulkan data kejadian ini, dan Kapolda NTT Brigadir Jenderal Pol. Endang Sunjaya menyatakan kasus sudah dilimpahkan ke (Bareskrim) Mabes POLRI. Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti pada sebuah kesempatan mendukung agar anak buahnya tidak takut, karena Polisi juga punya senjata.
Di lain pihak anggota DPR Herman Hery menganjurkan agar dirinya dilaporkan ke Majelis Kehormatan Dewan atau MKD yang namanya belum lama ini jadi buah bibir masyarakat karena "vonis implisit" yang tidak lazim dalam sebuah sidang peradilan, sekalipun "hanya" sidang mengadili pelanggaran kode etik.
Jadi AKBP Albert Neno dan Polda NTT mau pilih mana? Kasus diproses oleh Bareskrim POLRI atau melapor juga ke MKD?
Kita sudah menyaksikan bahwa sidang kode etik di MKD sanksinya hanya sanksi etika yang relatif ringan, bahkan ketika menyidang kasus Setya Novanto, MKD dinilai buruk oleh masyarakat. Sebaiknya Bareskrim menangani kasus ini sampai tuntas, biar Hakim yang adil (di Pengadilan Negeri) nanti yang memutuskan.
Ingat NTT ingat beberapa nama masa lalu yang terkesan cerdas dan berpendidikan tinggi, seperti Drs Frans Seda, (Mayjen) dokter Ben Mboy, Sonny Keraf, Â Gorys Keraf. Nama yang terakhir adalah penulis buku Lagak Ragam Bahasa Indonesia, buku pegangan mata kuliah Bahasa Indonesia waktu saya kuliah di PTN Pertanian di Bogor.
Ralat:
Buku teks Bahasa Indonesia karangan Gorys Keraf berjudul "Komposisi" bukan "Lagak Ragam Bahasa Indonesia".