Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkendara Bersama Sejak 15 Tahun Lalu

4 November 2017   06:47 Diperbarui: 4 November 2017   07:14 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua puluhan tahun lalu topik kemacetan lalu lintas di kota Bangkok kerapkali jadi bahan obrolan di Kantor jika ada teman pulang dinas dari Bangkok. Sebenarnya saat itu Jakarta juga sudah mulai macet, namun tentu saja tak semacet sekarang. Polusi kota Bangkok memaksa Polisi lalu lintas Bangkok mengenakan masker ketika bertugas, satu hal ganjil bagi Polisi Jakarta saat itu.

Seorang karyawan Thai Fuji Xerox cerita dia perlu waktu dua jam menembus kemacetan lalu lintas dari rumahnya ke kantor. Sebagai perbandingan saat itu saya perlu waktu sekitar satu jam untuk berkendara mobil sejauh 30 kilometer, berangkat pukul 6.30 dari Cimanggis menuju daerah Senen, Jakarta Pusat. Mungkin jika dilakukan pada hari kerja tahun 2017 perlu waktu dua jam.

Tahun 2002 ketika anak saya mulai kuliah di sebuah universitas di daerah Grogol, konsep berkendara bersama tak sengaja mulai diterapkan. Tiap pagi rute ke kantor bertambah panjang, melalui Grogol, walaupun pulang kuliah anak saya naik kendaraan umum.

Karena kendaraan saya jenis mini bis, pergi pulang kantor kerapkali ikut ditumpangi teman-teman sekantor atau tetangga yang tempat tinggalnya searah atau berdekatan. Ada yang sengaja meninggalkan mobilnya di rumah karena mulai lelah nyetir mobil. Berkendara bersama ini saya lakoni sampai awal 2010 ketika masa pensiun tiba.

Saya amati antara 2010 - 2017 lalu lintas  kota Jakarta makin parah. Tiga anak saya yang bekerja di Jakarta "dipaksa" situasi mengatasi kemacetan dengan menerapkan berkendara bersama dengan teman-teman sekantornya. Ada juga yang naik sepeda motor ke stasiun Pondok Cina, Depok, lalu diteruskan naik kereta api (Commuter Line) ke arah Jakarta dan Tangerang; sepeda motornya diparkir di stasiun Pondok Cina. Anak saya yang ketiga "full" naik kendaraan umum, ojek online ke Stasiun UI, disambung Commuter Line ke Jakarta.

Ada harapan fasilitas kendaraan umum di sekitar rumah kami bertambah, saat ini di Cibubur sedang dibangun jaringan LRT (Light Rapid Transit) yang menghubungkan Cibubur dengan Cawang. LRT dan bis Trans Jakarta dari Cibubur -yang berjarak sekitar empat kilometer dari rumah kami- mudah-mudahan mengurangi kemacetan Jakarta dan sekitarnya.

Saya sendiri sudah sangat jarang nyetir mobil sendiri, diparkir saja di rumah. Pergi agak jauh lebih memilih naik ojeg atau mobil sewa online dan Commuter Line alias KRL atau Kereta Rel Listrik. Ngeri membayangkan Jakarta macet total karena "semua" orang bawa mobil seperti digambarkan video Uber

Seandainya sekali lagi seandainya Jakarta mulai membangun jaringan Mass Rapid Transit (MRT) sejak tahun 1990 seperti Singapura dan ditambah Busway dan LRT, mungkin kemacetan tak menyiksa seperti saat ini. Polusi udaranya itu yang mengkhawatirkan kesehatan generasi penerus kita.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun