Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ada Miyabi dan Istri Simpanan di Buku Anak SD dan SMP, Tak Ada Kontrol?

24 September 2012   12:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:48 2394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tadi pagi menjelang siang sepanjang perjalanan ke Bogor, saya mendengarkan wawancara Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Radio "FM 90"  -saya kurang jelas mengetahui apakah wawancara khusus atas inisiatif radio swasta tersebut atau radio swasta merelai sebuah acara resmi- dan juga tanya jawab dengan masyarakat pendengar radio.

Rupanya bukan hanya sekali kasus pemuatan cerita, tokoh, contoh-contoh dalam Lembar Kerja Siswa maupun buku paket yang kurang tepat dimuat di buku pelajaran SD maupun SMP, karena mereka belum cukup umur.  Berikut ini catatan saya selama mendengarkan wawancara Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:


  • Di Mojokerto siswa kelas 3 SMP diminta menjelaskan pendapatnya tentang sosok Miyabi, bintang film porno Jepang
  • Di Jakarta ada cerita bang Maman dari Kalipasir dalam buku pelajaran kelas 2 SD.  Bang Maman diceritakan punya istri simpanan.
  • Di Jakarta Timur ada buku paket agama Islam untuk kelas 1 SD, antara lain memuat "salah satu yang membatalkan wudhu adalah bersetubuh"
  • Masih laporan warga Jakarta Timur, dalam buku pelajaran agama Islam untuk kelas 3 SD ada kalimat yang mengandung kata 'berzina'.


Mengapa hal-hal yang kurang pantas untuk siswa yang masih kanak-kanak diloloskan termuat dalam buku pegangan mereka?  Satu hal sangat penting yang patut dicurigai tidak berjalan, yaitu kontrol atas produk LKS dan buku paket.  Menurut pak Irjen Haryono Umar, LKS itu diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Sekolah, Pemerintah Pusat tidak mengawasinya.  Kemana Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, mestinya mereka yang mengontrol produk pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa, tak dapat sepenuhnya diserahkan kepada tim penulis dan kepala sekolah.

Buku paket menurut pak Irjen didanai oleh Pemerintah Pusat, bila ada isi buku yang benar secara ilmu tapi belum pantas disampaikan kepada anak kecil, seperti kasus "Apa yang membatalkan wudhu" di Jakarta Timur, berarti tim pengawas juga harus lebih kritis bekerja.

PDCA, Plan - Do - Check - Action atau POAC, Planning - Organizing, Actuating - Controlling tidak berjalan sesuai harapan,  mungkin kalimat positifnya demikian.  Di dunia swastapun saya masih melihat banyak fungsi kontrol yang tak sempurna dilakukan.  Tapi kalau kejadian masuknya hal-hal yang tak cocok dengan usia murid karena tak ada kontrol dari instansi pendidikan, kelewatan juga birokrasi pendidikan kita. Tugas pak Irjen membenahinya.

Boleh saja pak Irjen Kemendikbud memasukkan anggaran LKS ke dalam BOS mulai tahun depan, yang penting fungsi kontrol berjalan baik, kejadian kisah Miyabi, Kang Maman dari Kalipasir dan penyampaian materi pelajaran agama yang belum sesuai usia murid tidak boleh terjadi lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun