Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menjadi Turis Abidin di Denmark, Etiskah?

10 September 2012   02:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:41 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wisata atas biaya dinas atau sering dipelesetkan menjadi wisata abidin, apakah pantas atau etis dilakukan oleh seseorang yang sedang bepergian ke luar kota atau ke luar negeri dalam rangka tugas perusahaan, tugas instansi atau tugas negara?  Tentu saja tak serta merta berwisata di sela-sela dinas dicap tidak etis atau menyelewengkan uang perusahaan atau uang negara.  Harus dilihat kasus per kasus.

Wisata Sambil Berdinas

Di manapun sebuah perjalanan dinas baru akan dilakukan bila memang perlu dilakukan.  Misalnya di sebuah perusahaan swasta, mitra kerjanya di luar negeri mengundang perusahaan tersebut untuk menghadiri pertemuan bisnis di negeri si pengundang.  Seorang atau dua orang karyawan mungkin akan diutus mewakili perusahaan pergi ke negeri si pengundang.  Dalam agenda pertemuan, misalnya diselenggarakan 3 hari, ternyata ada kegiatan wisata yang dikoordinir oleh pengundang, misalnya sebuah panitia pertemuan bisnis di Singapura mengajak peserta pertemuan mengunjungi Safari Night.  Karyawan yang berdinaspun beruntung menikmati wisata tanpa keluar biaya pribadi.  Kegiatan berwisata sambil berdinaspun dapat dilakukan si karyawan secara pribadi bila waktunya memungkinkan, dengan mengunjungi lokasi wisata yang tak terlalu jauh dari kota tempat ia berdinas.

Sebuah contoh lain seorang karyawan disebuah perusahaan ditugaskan berdinas ke Bangkok  selama 3 hari untuk pertemuan bisnis.  Kebetulan ia menginap di sebuah hotel di tepi Chao Praya, sungai selebar Mahakam yang membelah kota Bangkok.  Si karyawanpun pada saat luang, misalnya malam hari ikut tour menjelajahi Chao Praya dengan sebuah kapal pesiar sambil makan malam di kapal.   Jenis kapal pesiarpun dapat dipilih sesuai kemampuan kantungnya, apakah yang mewah atau yang biasa-biasa saja.

Seorang PNS di Jakarta suatu hari berdinas ke Yogyakarta, sepulang dari Yogya ia bercerita sempat berkunjung ke Kebun Binatang Gembira Loka pada saat luangnya di Yogya.  Bahkan seorang kawan saya saat ditugaskan perusahaan untuk mengikuti sebuah training di Tokyo, oleh atasannya diberi tambahan waktu 2 hari untuk berwisata di sekitar Tokyo, tentu dengan biaya yang berasal dari uang saku yang diberikan perusahaan.  Alasan si atasan memberi tambahan waktu dua hari dengan pertimbangan kesempatan training di Tokyo tersebut mungkin cuma sekali seumur hidup.

Jadi sah dan etis seorang karyawan berwisata sambil berdinas, malahan kurang cerdas bila kita berkunjung ke sebuah kota tanpa melihat obyek wisata menarik di kota tersebut, selama biayanya masih terjangkau.  Hanya saja tak tertutup kemungkinan perjalanan dinas seorang karyawan swasta atau PNS pun mungkin juga  merupakan perjalanan dinas yang mengada-ada, tentu selain perjalanan dinasnya bermasalah, bila ia berwisata selama berdinaspun tentu menjadi turis abidin yang sebenarnya bukan kiasan lagi.

Bagaimana Dengan Studi Banding Anggota DPR?

Beberapa media memuat berita perjalanan dinas anggota DPR ke Denmark dalam rangka studi banding RUU Logo Palang Merah Indonesia, selain mengkritisi perjalanan dinas yang menurut sebagian masyarakat tak perlu dilakukan, media juga melaporkan saat anggota DPR berwisata di Denmark. Ketua Badan Kehormatan DPR, Muhammad Prakosa, mengatakan akan memanggil para anggota DPR tersebut, karena sebuah foto belum bercerita banyak, perlu didengar keterangan dari para pelaku wisata abidin itu.

Bukan pertama kali masyarakat mengkritisi kegiatan wisata anggota DPR di sela-sela kunjungan dinasnya ke luar negeri, malahan rasanya bosan mendengar kritik media pada studi banding anggota DPR yang tak putus-putusnya dilakukan demi sebuah RUU.

Bukan rahasia lagi bila kunjungan kerja anggota DPR yang dilabeli studi banding itu seringkali seperti dicari-cari saja menurut penilaian masyarakat.  Coba saja untuk membuat UU Desa saja harus studi banding ke Brazil, UU Logo PMI harus berkunjung ke Turki dan Denmark,  UU anu ke Spanyol, UU anu ke Australia, ke Amerika Serikat, Mesir, Prancis, Jerman, Jepang, China.  Pokoknya  join DPR see the globe !.  Sampai akhirnya sempat juga anggota DPR dipermalukan mahasiswa Indonesia di luar negeri pada sebuah diskusi, setelah terpojok tak dapat menunjukkan alamat email Komisi tempat dia bekerja, malah menunjukkan alamat email gratis dari Yahoo, yang tentu saja tak pantas bagi seorang atau sekelompok anggota DPR berpenghasilan sangat tinggi.  Dalam kasus lain anggota DPR dicuekin Ketua Parlemen Mesir, yang menerima anggota DPR sambil mengurus urusan kerjanya yang lain.

Kembali ke etis atau tidaknya seorang anggota DPR berwisata sambil berdinas, tergantung dari proses kunjungan kerjanya, bila hanya sebuah studi banding ecek-ecek yang dinilai masyarakat buang-buang duit saja, tentu saja kegiatan berwisata itu menjadi mempermalukan diri sendiri, dipandang masyarakat kurang etis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun