Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siapkah Anak Muda Indonesia Menghadapi AFTA 2015?

21 Februari 2014   16:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:36 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

ASEAN Free Trade Area (AFTA), menjadikan ASEAN menjadi sebuah kawasan dagang bebas bagi anggota-anggotanya, walaupun untuk beberapa kasus tidak harus bebas seratus persen. Bagian mana yang harus diwaspadai oleh anak-anak muda Indonesia usia 18 - 30 tahunan?

Mengapa kisaran usia 18 - 30 tahun yang ingin saya soroti? Pertama usia inilah yang cocok disebut sebagai anak muda, jangan sampai seperti KNPI zaman dulu Ketuanya ada yang berusia 40 tahun. Kedua anak muda seputar usia ini adalah tenaga kerja yang akan atau tengah bertarung memperebutkan pekerjaan di bidang-bidang tertentu yang bukan mustahil akan diserbu tenaga kerja asing. Ketiga pada kurun usia 18 - 30 tahunan rata-rata mereka yang terdidik telah tamat Politeknik atau Sarjana. Keempat apakah sebagai lulusan perguruan tinggi Indonesia (sebagian kecil ada juga yang lulusan luar Indonesia) kemampuan berbahasa Inggris mereka memadai?

Kesiapan anak muda Indonesia sepertinya berpatokan pada kemampuan mereka berbahasa Inggris, padahal dibalik kemampuan berbahasa Inggris tentu diperlukan kemampuan teknis mumpuni untuk bidang-bidang kerja yang kemungkinan akan diserbu tenaga kerja asing, misalnya bidang Information Technology (IT), Minyak dan Gas (Migas), Advertising, Keuangan dan Perbankan, Jasa Audit dan sebagainya. Bidang-bidang inilah yang bahkan sebelum AFTA berlakupun sudah banyak tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia, baik orang tersebut warga negara dari negara-negara ASEAN atau negara asing di luar ASEAN.

Tahun 1997/1998 saja perusahaan tempat saya bekerja menyewa konsultan Singapura untuk implementasi SAP. Para konsultan yang bekerja tersebut berasal dari Singapura, Malaysia, Inggris, Thailand (1 orang saja) dan belakangan mereka merekrut konsultan ahli SAP anak muda Indonesia juga. Mengapa konsultan Singapura tersebut merekrut tenaga ahli Indonesia? Menurut dugaan saya karena mempekerjakan orang Indonesia untuk menangani proyek implementasi SAP di Jakarta lebih murah dibanding bila mempekerjakan konsultan non Indonesia, selain soal bayaran, terutama soal akomodasi yang saat itu harus mereka sediakan, konsultan-konsultan mereka (kecuai yang orang Indonesia) disediakan akomodasi sekelas apartemen di daerah Menteng. Alasan lain konsultan Indonesia lebih memahami kesulitan implementasi SAP yang paling mendasar yang dialami para 'user'. Mengapa? Karena para 'user' yang terdiri mulai dari direksi perusahaan, manajer, staff sampai karyawan pelaksana tidak semuanya fasih berbahasa Inggris, terutama para karyawan pelaksana non staff.

Dari sisi keahlian pada saat ini kita boleh bersyukur, banyak perguruan tinggi yang bagus di bidang IT, Migas, Komunikasi, Desain Komunikasi Visual, Akuntansi/Manajemen/Perbankan/Ekonomi, Teknik paling tidak mereka lulusan perguruan tinggi Indonesia yang berkualitas rata-rata mampu menembus tes yang diselenggarakan perusahaan nasional/multi nasional yang membutuhkannya. Baik test kualifikasi keahlian, yang biasanya para karyawan level staff baru tersebut akan diberi pelatihan khusus sebelum ditempatkan, test bahasa Inggrispun mestinya dapat ditembus oleh sebagian anak-anak muda itu dengan baik.

Benarkah anak-anak muda Indonesia lulusan S1 dalam negeri mampu bekerja dan berkomunikasi dalam bahasa Inggris untuk pekerjaannya tersebut? Menurut pengamatan saya yang relatif terbatas, mengamati generasi muda karyawan bidang IT yang berasal dari PTN/PTS cukup terpandang di Indonesia, mereka mampu bekerja, berdiskusi, rapat menggunakan bahasa Inggris walaupun tentu tidak sefasih "si Chris yang berasal dari London". Konsultan yang saya sebut si Chris tersebut menilai kemampuan menyerap pengetahuan para staff muda itu sangat baik. Yang disebut staff IT di atas saat itu faktanya bukan hanya lulusan Ilmu Komputer, banyak juga yang berlatar belakang Teknik, Pertanian, MIPA dan Akuntasi.

Bagaimana dengan kemampuan melakukan presentasi? Sepanjang pengamatan saya yang sekali lagi saya sebut terbatas, bukan hanya staff bidang IT, bahkan staff bidang engineering, marketing, logistik dan akuntansi-keuangan rata-rata mampu melakukan presentasi dalam bahasa Inggris. Selain bibitnya sejak awal rekrutmen dipilih yang terbaik diantara para pelamar, anak-anak muda tersebut dipaksa oleh keadaan untuk mampu berkomunikasi dengan mitra asingnya dengan bahasa Inggris.

Alah bisa karena biasa, bahasa Inggris bagi sebagian anak muda Indonesia, terutama lulusan Politeknik dan PTN/PTS berkualifikasi bagus, bukan masalah yang terlalu sulit. Rekrut mereka yang berpotensi, cemplungkan dalam pekerjaan yang berinteraksi dengan pihak asing, baik langsung maupun tak langsung (hubungan kerja via korespondensi/email/telepon) maka lama-lama mereka akan terbiasa.

Sebagian anak-anak muda Indonesia siap menghadapi AFTA 2015, bagi anak-anak yang usianya masih remaja perdalam kemampuan bahasa Inggris mereka melalui latihan bercakap-cakap, memperbanyak penguasaan kosa kata bahkan nonton film Ipin-Upin versi bahasa Inggris di saluran TV Disney Channel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun