Sebagai warga Jawa Barat sejak lahir sampai sekarang -pernah juga selama 10 tahun lebih berKTP Jakarta sebelum kembali ke Jawa Barat-, tentu calon anggota DPD yang kami pilih tidak akan sama dengan calon anggota DPD Jakarta atau Provinsi lainnya.
Terus terang sebagai pemilih saya tidak tahu persis siapa para calon legislatif, termasuk calon anggota DPD Jawa Barat yang harus saya pilih, info yang saya terima sebelumnya minim sekali. Mengingat memilih anggota DPD relatif lebih mudah dibanding memilih anggota DPR/DPRD, maka lembar pilihan DPDlah yang saya buka pertama kali.
Waduh puluhan calon fotonya mejeng di situ, saya baca satu persatu. Calon nomor satu mestinya menarik perhatian, ah namanya panjang sekali, tidak praktis ini nama ... lewat saja. Akhirnya hanya dua nama yang relatif saya kenal namanya, Rudy Harsa Tanaya (orang Bogor) dan Suharna Surapranata (orang Bandung). Ya salah satu diantara mereka harus saya pilih karena puluhan calon lainnya namanya saja ngga kenal sama sekali. Memilih anggota DPD saya agak SARA sedikit, persyaratannya si calon harus orang Sunda, cageur-bageur-pinter (sehat-baik-pandai), sukur-sukur lulusan universitas papan atas di Indonesia. Ya blos saya coblos wajah gambar calon anggota DPD yang saya 'kenal' itu.
Di rumah ketika buka milis pertemanan dengan teman-teman kuliah masa muda dulu, ada yang 'melapor' "Tadi di Pagelaran Bogor ibu-ibu ramai bergunjing, jangan coblos calon DPD nomor 1". Penasaran juga saya, memangnya siapa calon nomor satu itu. Saya balik lagi ke TPS yang tepat di muka rumah saya, saya cek siapa calon nomor satu yang saya ingat namanya panjang banget. Nama calon tersbut ternyata 'H.Aceng Holik Munawar Fikri, SAg', asal kota Garut.
Heran saya kenapa ibu-ibu ngga mau nyoblos gambar pak Aceng Fikri? Pernah ada peristiwa kurang menyenangkan rupanya he he he..... Ceng, Aceng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H