Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Artis Kok Maksa Bowo Mundur?

19 Juli 2014   21:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:52 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berita para artis mengirim surat terbuka kepada Capres Prabowo Subianto hampir seminggu saya abaikan, hanya baca judulnya saja, maklum bosan dengan saling klaim menang bahkan masih ada pendukung yang saling hujat. Hari ini saya klik judul berita surat terbuka para artis ini, ternyata alinea pertama berita bunyinya seperti ini : "Beberapa lembaga hitung cepat menempatkan pasangan Jokowi-JK unggul atas Prabowo-Hatta. Meski ada empat lembaga survei yang mengunggulkan Prabowo-Hatta, beberapa kalangan mempertanyakan kredibilitas hasil tersebut. Karena itu, sejumlah artis atau public figure menulis surat terbuka kepada Prabowo Subianto agar legowo mau mengakui keunggulan Jokowi". (Republika.co.id, 14 Juli 2014).

Saya termasuk yang percaya dengan kecanggihan ilmu statistik, asakan digunakan pada tempatnya, sesuai aturan main dan sangat penting pelaku survei harus benar-benar independen. Faktor independen inilah yang membuat saya meragukan hasil quick count yang dilakukan beberapa perusahaan survei persepsi yang saya kenal dari aktivitas mereka di televisi cenderung memihak salah satu Capres.

Tak ada jalan lain bagi saya karena tak ada kemampuan membuat survei sendiri, terpaksa menggantungkan diri pada hasil perhitungan 'real count' Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berbeda dengan kasus pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012, pemilihan Presiden RI Juli 2014 jauh lebih keras nuansa persaingannya, rakyat seolah terbelah mendukung salah satu capres, termasuk para pengamat politik yang lalu lalang di TV Berita, sangat mudah diketahui mana yang berpihak kepada Jokowi-JK dan mana yang berpihak kepada Prabowo-Hatta. Bahkan dibandingkan dengan pemilihan legislatif bulan April 2014 yang relatif masih hangat saja, nuansa persaingan saat itu jauh lebih dingin dibanding suasana pilpres Juli 2014.

Kembali ke berita artis menulis surat terbuka kepada Prabowo, inti surat yang meminta Prabowo mengakui kekalahan berdasarkan hasil quick count yang mereka percayai itu, menurut saya kurang pada tempatnya dilakukan pada situasi dan kondisi seperti sekarang karena :


  • Suasana persaingan sangat panas, elemen masyarakat terbelah dua, termasuk para artis
  • Para pelaku survei quick count diduga hampir semuanya  partisan. Misalnya Syaiful Mujani, Burhanuddin Muhtadi dan Hamdi Muluk komentar politiknya condong ke Jokowi, bagaimana orang mau percaya begitu saja pada 'ahli' yang tidak independen.
  • Quick count bukan alat penarik keputusan yang sah, sangat tergantung situasi dan kondisi untuk mempercayainya. Pada jasus Pilgub DKI Jakarta, Fauzi Bowo mengakui kekalahan tanpa menunggu hasil real count, mungkin karena ia percaya indpendensi lembaga survey pelaku quick count. Pada pileg yang lalu, dengan alasan serupa SBY mengakui kekalahan Partai Demokrat (PD) berdasarkan hasil quick count, walaupun ternyata angka perolehan PD ternyata sekitar 3,5% lebih besar dibanding hasil quick count (quick count LSI 7,47% vs real count KPU 10,9%).
  • Para artis tidak menghargai keberadaan KPU, yang hasil hitungannya resmi berdasarkan Undang Undang, sekaligus tidak menghargai rakyat yang memilih Prabowo-Hatta.


Jika para artis berkeyakinan quick count yang memenangkan Jokowi-JK benar, tak ada yang melarang. Anggap saja hasil quick count itu sebagai alat kontrol para artis. Bila KPU memenangkan Jokowi-JK persoalan selesai, akan tetapi bila Prabowo-Hatta yang menurut hasil KPU keluar sebagai pemenang, maka hasil quick count dapat digunakan untuk menggugat hasil perhitungan KPU ke Mahkamah Konstitusi.

Bayangkan bila Prabowo mengabulkan permintaan para artis supaya mengakui kekalahan, KPU mungkin tidak akan bekerja teliti lagi, dan yang pasti para pemilih Prabowo banyak yang kecewa, karena tak sependapat dengan upaya pemaksaan para artis pada Prabowo.

Para artis mari kita tunggu pengumuman KPU tanggal 22 Juli 2014, sekarang kalian kembali bekerja, bikin film, main sinetron, menyanyi, mencipta lagu, melawak, melukis, menulis novel dan sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun