[caption id="attachment_357168" align="alignnone" width="625" caption="Hendra Gunawan (d/h Hendrik Brocks) pada usia 70 Tahun (Sumber: Pikiran Rakyat Online 26 September 2010)"][/caption]
Olahraga bersepeda merupakan olahraga relatif terjangkau semua strata warga Indonesia, mulai dari sepeda butut yang merknya tidak jelas sampai sepeda bermerk dengan harga lebih mahal dari sepeda motor. Olahraga bersepeda sampai saat ini masih banyak peminatnya, baik untuk sekedar hobby dan menjaga kesehatan maupun untuk olahraga prestasi.
Balap sepeda sebagai olahraga prestasi pernah sangat berkibar di Indonesia, tahun 1959 - 1964 adalah zaman keemasan cabang olahraga balap sepeda di level Asia, dengan trio pebalap Jawa Barat sebagai tulang punggung tim nasional, yaitu Hendrik Brocks, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna. Pernah juga kejayaan Indonesia di level Asia terulang pada tahun 1970an, ketika Indonesia punya pebalap tangguh antara lain Sutiyono (Sumatera Utara), Sapari, Tarwi (Jawa Timur), Munawar Saleh (Jawa Barat).
Apakah pencapaian prestasi Hendrik Brocks, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna terbaik hingga saat ini? Bila acuannya level Asia, termasuk Asian Games, sejauh yang saya telusuri ternyata prestasi mereka belum pernah diulangi lagi oleh generasi pebalap yang lebih muda. Tiga medali emas dan satu perunggu mereka persembahkan untuk Republik Indonesia pada Asian Games IV 1962 di Jakarta. Hendrik Brocks meraih medali emas untuk nomor Open Road Race, Indonesia (Hendrik Brocks, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna) meraih dua medali emas dari nomor Team Roade Race dan Team Time Trial dan Aming Priatna memenangkan medali perunggu pada nomor open road race.
Tim Balap Sepeda Indonesia kembali menunjukkan kehebatannya pada pesta olahraga GANEFO I 1963 di Jakarta, meraih medali emas dari nomor Team Time Trial. Sayang tim yang hebat ini gagal bertanding di Olimpiade 1964 di Tokyo, Jepang, karena alasan politik. Waktu itu Republik Indonesia yang dipimpin Presiden Sukarno, tidak mengakui Taiwan dan Korea Selatan, dua anggota IOC. Pesta olahraga saat itu memang kerapkali pekat kaitannya dengan politik, contohnya GANEFO atau Games of the New Emerging Forces, sebuah pesta olahraga sedunia yang digagas Sukarno untuk menyaingi Olimpiade. Pendukung GANEFO antara lain beberapa negara seperti Indonesia, RRT (Republik Rakyat Tiongkok), RPA (Republik Persatuan Arab, uni Republik Mesir dan Suriah) dan Uni Sovyet. Negara peserta GANEFO I sendiri datang dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Latin. Seandainya Indonesia turut serta dalam Olimpiade 1964 di Tokyo bukan mustahil medali pertama Olimpiade bagi Indonesia diraih tim Balap Sepeda bukan oleh tim Panahan pada Olimpiade 1988 di Seoul.
Kepekatan politik dengan dunia olahraga sekali lagi dapat dilihat ketika Bung Karno yang sangat bangga dengan Hendrik Brocks, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna, menghadiahkan nama baru yang bernuansa Indonesia kepada Hendrik Brocks, namanya diganti menjadi Hendra Gunawan. Hendrik Brocks yang dari namanya kemungkinan besar masih berdarah Belanda berasal dari Sukabumi, sedangkan dua rekannya Wahyu Wahdini dan Aming Priatna dikenal sebagai urang Bandung. Hendra Gunawan menurut Pikiran Rakyat 26 September 2010 kini telah kehilangan penglihatan, Wahyu Wahdini wafat pada 27 Mei 2010 dan Aming Priatna pada 2011 diketahui masih aktif membina olahraga Balap Sepeda di PBS Sangkuriang Bandung.
Apakah kemashuran Hendra Gunawan, Wahyu Wahdini dan Aming Priatna pada Asian Games IV Jakarta (25 Agustus - 2 September 1962) akan diulangi oleh 'cucu-cucunya' pada Asian Games XVII Incheon, Korea Selatan (19 September - 4 Oktober 20014)? Mari kita doakan para atlet Balap Sepeda Indonesia menyumbang medali emas dari nomor apapun, cukup satu medali emaspun rasanya sudah mengurangi dahaga kerinduan masa kejayaan olahraga Balap Sepeda Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H