Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Melihat Orang dari Masa Lalunya

15 September 2014   18:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:38 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini saya menerima kiriman nasihat yang (mungkin) dikirim berantai melalui media sosial, sehingga akhirnya nasihat tersebut terbaca di gadget saya. Apa isi nasihat tersebut? Diantaranya ini :


  • Jangan melihat orang dari masa lalunya. seseorang yang pernah memerangi Nabi Muhammad SAW, akhirnya berbalik menjadi salah satu panglima andalan Rasulullah SAW.
  • Berilah kesempatan seseorang untuk berubah, karena seseorang yang hampir membunuh Rasulullah SAW sekarang terbaring di samping makam Rasulullah SAW.  Orang itu adalah  Umar bin Khattab, Khalifah kedua setelah Abubakar Siddik.


Nasihat di atas memang ditujukan terutama untuk umat Islam, akan tetapi dalam hidup kita sehari-hari niscaya banyak kita temukan contoh-contoh serupa, bila diberi kesempatan seseorang akan berubah menjadi orang yang mungkin pada masa mudanya tak diduga oleh orang-orang di sekitarnya. Berikut ini beberapa contoh berdasarkan pengalaman pribadi selama puluhan tahun :


  • Beberapa teman pada masa kuliah sempat tertinggal kelulusannya satu sampai dua tahun dibanding teman-temannya yang secara akademis lebih unggul saat itu. Dua puluhan tahun kemudian beberapa diantaranya ada yang berhasil meraih jabatan direktur di sebuah bank pemerintah, ada yang menjadi guru besar di perguruan tinggi, ada pula yang menjadi direksi sebuah perusahaan pertambangan swasta.
  • Seorang teman yang saat SMA tidak naik satu kali, beruntung diterima di AKABRI dan mencapai pangkat Brigadir Jenderal pada akhir karirnya.
  • Seorang teman Sekolah Dasar ketika kanak-kanak agak bandel untuk ukuran anak-anak di sekolah kami, pada masa tua saya temukan menjadi pengurus / pengasuh pondok pesantren.
  • Anak saya ketika kecil peringkatnya di kelas nyaris nomor terakhir.  Saya sarankan ia masuk Fakultas Sastra karena bahasa Inggrisnya lumayan bagus. Tanpa setahu saya ia mendaftar di Fakultas Seni Rupa dan Desain, yah saya biarkan barangkali cocok. Ternyata prestasi belajarnya bagus sekali, IP hampir 3,5 dan selesai kuliah S1 dalam waktu 3 tahun 6 bulan. Ternyata masa lalu di SD dan SMP yang kurang bagus prestasinya dibayar tunai anak saya dengan prestasi belajar yang sangat baik, karena ia cocok di bidang yang dipelajarinya.


Berikan kesempatan bagi siapapun untuk berubah (menjadi lebih baik), niscaya kita seringkali akan terkagum-kagum tak percaya dengan hasil akhir dari perubahan yang terjadi secara evolusi itu.  Perubahan bertahap, alamiah, di lingkungan yang tepat akan lebih baik hasilnya dibanding memaksakan sebuah perubahan secara revolusi atau perubahan drastis dengan langkah raksasa ala Business Process Reengineering.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun