Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Doa Bersama di Jakarta, Kupang dan Yogyakarta

12 Desember 2014   02:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Praktik Keagamaan Mayoritas Seperti Apa Yang Pak Menteri Kurang Setuju?

"Saat ini, kita sedang menyusun, tatib (tata tertib) soal aktivitas, bagaimana memulai dan menutup sekolah, termasuk soal doa yang menimbulkan masalah," kata Anies di kantornya beberapa waktu lalu (Repubika, 10 Desember 2014).

Saya berusaha mencari sumber yang pandangannya berbeda, saya kutip apa yang ditulis Panji Pragiwaksono -selebriti- dalam blognya :


  • Gosipnya Mas Anies Baswedan memutuskan untuk menghilangkan doa secara Islam setiap kali mau membuka pelajaran di sekolah.
  • Faktanya: “Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan mengatakan, saat ini masih ada fenomena sekolah negeri di Indonesia, yang sering menjalankan praktik agama sesuai agama mayoritas saja. Maka itu, hal ini tidak boleh terjadi lagi.”


Praktik agama sesuai agama mayoritas yang seperti apa yang dimaksud pak Menteri Anies?  Atau tata tertib seperti apa yang dimaksud, mungkin ini yang menyebabkan polemik. Apakah tata cara berdoa pada awal belajar dan akhir belajar sebelum murid-murid pulang yang akan diubah oleh Menteri Anes Baswedan atau Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah? Praktik murid-murid mengumpulkan uang untuk membeli seekor kambing atau sapi  menjelang Idul Adha untuk disedekahkan dagingnya saat hari raya Kurban? Atau ada praktik keagamaan mayoritas lainnya yang dianggap tidak pantas?

Praktik mengumpulkan uang untuk membeli kambing atau sapi dan dagingnya disedekahkan, bolehlah disebut latihan bersedekah sekaligus mengajarkan bahwa jika ingin berkurban, maka seekor kambing untuk satu orang dan seekor sapi untuk tujuh orang. Jika seekor kambing atau sapi dibeli ramai-ramai seperti banyak dilakukan di sekolah-sekolah namanya sedekah.  Aktivitas seperti ini baik untuk melatih murid, mungkin bukan hal ini yang dimaksud Menteri Anies.

Bila yang dipersoalkan adalah aktivitas saat memulai sekolah, berikut ini saya mau berbagi apa yang dilakukan tiga anak saya saat bersekolah di dua SMA Negeri di Jakarta Timur dan seorang anak saya yang masih bersekolah di sebuah SMP Negeri juga di Jakarta Timur .


  • Mereka masuk rata-rata pukul 6.30, lalu kurang lebih 10 menit bertadarus membaca Al Quran. Murid-murid beragama bukan Islam melakukan aktivitas keagamaan di ruangan lain. Setelah itu murid-murid berdoa menurut agama masing-masing, diikuti mengucapkan assalamualaikum kepada guru pelajaran pertama.
  • Saat menjelang pulang aktivitas yang dilakukan sama dengan pagi, bertadarus bagi yang Muslim dan bagi yang bukan Muslim juga melakukan aktivitas yang sesuai di ruangan lain. Lalu berkumpul kembali dan berdoa menurut agama masing-masing.


Aktivitas keagamaan yang dilakukan murid-murid sebelum dan sesudah pelajaran sekolah menurut pendapat saya sudah bagus dan adil bagi semua agama.

Cara Berdoa Bersama di Jakarta, Kupang dan Yogyakarta

Bertahun-tahun saya bekerja di sebuah perusahaan nasional di Jakarta yang mayoritas direksinya bukan  Muslim, namun karyawannya lebih banyak Muslim dibanding bukan Muslim.

Bagaimana cara Direksi menerapkan saling menghargai dalam beragama? Setiap hari raya keagamaan dirayakan oleh perusahaan, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal. Siraman-siraman rohani keagamaan juga bebas dilakukan oleh masing-masing penganut agama, biasanya tausyiah  seminggu sekali tiap hari Jumat sore  atau aktivitas Oikumene bagi penganut Nasrani pada Jumat siang.

Adakah sesi berdoa bila perusahaan mengadakan perhelatan misalnya rapat kerja nasional yang dihadiri para manajer cabang se Indonesia atau acara-acara yang dihadiri oleh banyak undangan dari pelbagai anak perusahaan? Acara berdoa selalu masuk dalam jadwal acara, kebiasaan yang berjalan bertahun-tahun berdoa akan dilakukan mengikuti tata cara Islam, dipimpin oleh salah seorang karyawan dan bagi hadirin yang beragama bukan Islam dipersilakan berdoa sesuai agamanya masing-masing.

Pada suatu hari tahun 2007  saya mendampingi manajemen perusahaan menghadiri upacara peresmian penanaman pohon lindung di sebuah tempat di Kupang sebagai bentuk CSR perusahaan. Acara resmi ini dihadiri para pejabat Pemerintah Provinsi NTT dan Kota Kupang, termasuk Kepala Dinas Kehutanan NTT. Layaknya sebuah acara resmi kerjasama antara Pemerintah Daerah dan pihak swasta, tentu ada pidato sambutan dari masing-masing pihak, dalam hal ini kata sambutan disampaikan oleh Wakil Gubernur dan direksi perusahaan. Acara ditutup dengan doa ungkapan memohon selamat kepada Tuhan YME, dipimpin oleh salah seorang karyawan Pemda NTT secara agama Katolik atau Protestan, saya kurang memahaminya secara persis. Pemimpin doa juga mempersilakan hadirin yang beragama bukan Nasrani berdoa sesuai agamanya masing-masing.

Belum dua minggu saya menghadiri perayaan hari ulang tahun sebuah perusahaan  di Yogyakarta. Perusahaan ini berkantor-pusat di Jakarta, namun puncak perayaan hari ulangtahunnya dengan beberapa alasan dilakukan di Yogyakarta.  Perusahaan yang saya duga  pemegang sahamnya dan karyawannya  terdiri dari lebih dari satu penganut agama ternyata pada saat melakukan doa dilakukan secara Islam, dipimpin oleh salah seorang karyawan perusuhaan tersebut. Seperti di tempat lain sebelum memimpin doa secara Islam, pemimpin doa mempersilakan penganut agama bukan Islam berdoa sesuai dengan agamanya.

Menurut pendapat saya,  doa bersama yang saya alami di Jakarta dan Yogyakarta  menunjukkan toleransi beragama sudah cukup baik, sejalan dengan aktivitas keagamaan murid-murid sekolah menengah sebelum kelas dimulai dan menjelang pulang sekolah. Demikian pula tata cara berdoa  di lingkungan Pemda NTT yang pernah saya alami menunjukkan toleransi beragama.

Soal agama seringkali menjadi hal sensitif, maka saran saya bila hal ini sudah berjalan baik ya biarkan saja, tak harus memaksakan pendapat yang mungkin pak Menteri anggap lebih benar, tetapi belum tentu disetujui banyak pihak karena berbeda pemahaman.   Bila di Bali doa bersama dipimpin seseorang secara Hindu, di Kupang doa bersama dipimpin secara Nasrani dan di Bogor doa bersama dipimpin seseorang secara Islam, artinya menghargai mayoritas juga tidak perlu dipersoalkan, selama hak-hak penganut agama minoritas diberikan.

Jadi praktik keagamaan menurut agama mayoritas seperti apa yang kurang sreg di hati pak Menteri? Menteri Anies Baswedan harus berterungterang dan menjelaskan kepada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun