Mohon tunggu...
Hendi Setiawan
Hendi Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Senior citizen. Pengalaman kerja di bidang transmigrasi, HPH, modal ventura, logistik, sistem manajemen kualitas, TQC, AMS, sistem manajemen lingkungan dan K3, general affair, procurement, security. Beruntung pernah mengunjungi sebagian besar provinsi di Indonesia dan beberapa negara asing. Gemar membaca dan menulis. Menyukai sepakbola dan bulutangkis. Masih menjalin silaturahmi dengan teman2 sekolah masa SD sampai Perguruan Tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Doa Bersama di Jakarta, Kupang dan Yogyakarta

12 Desember 2014   02:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pada suatu hari tahun 2007  saya mendampingi manajemen perusahaan menghadiri upacara peresmian penanaman pohon lindung di sebuah tempat di Kupang sebagai bentuk CSR perusahaan. Acara resmi ini dihadiri para pejabat Pemerintah Provinsi NTT dan Kota Kupang, termasuk Kepala Dinas Kehutanan NTT. Layaknya sebuah acara resmi kerjasama antara Pemerintah Daerah dan pihak swasta, tentu ada pidato sambutan dari masing-masing pihak, dalam hal ini kata sambutan disampaikan oleh Wakil Gubernur dan direksi perusahaan. Acara ditutup dengan doa ungkapan memohon selamat kepada Tuhan YME, dipimpin oleh salah seorang karyawan Pemda NTT secara agama Katolik atau Protestan, saya kurang memahaminya secara persis. Pemimpin doa juga mempersilakan hadirin yang beragama bukan Nasrani berdoa sesuai agamanya masing-masing.

Belum dua minggu saya menghadiri perayaan hari ulang tahun sebuah perusahaan  di Yogyakarta. Perusahaan ini berkantor-pusat di Jakarta, namun puncak perayaan hari ulangtahunnya dengan beberapa alasan dilakukan di Yogyakarta.  Perusahaan yang saya duga  pemegang sahamnya dan karyawannya  terdiri dari lebih dari satu penganut agama ternyata pada saat melakukan doa dilakukan secara Islam, dipimpin oleh salah seorang karyawan perusuhaan tersebut. Seperti di tempat lain sebelum memimpin doa secara Islam, pemimpin doa mempersilakan penganut agama bukan Islam berdoa sesuai dengan agamanya.

Menurut pendapat saya,  doa bersama yang saya alami di Jakarta dan Yogyakarta  menunjukkan toleransi beragama sudah cukup baik, sejalan dengan aktivitas keagamaan murid-murid sekolah menengah sebelum kelas dimulai dan menjelang pulang sekolah. Demikian pula tata cara berdoa  di lingkungan Pemda NTT yang pernah saya alami menunjukkan toleransi beragama.

Soal agama seringkali menjadi hal sensitif, maka saran saya bila hal ini sudah berjalan baik ya biarkan saja, tak harus memaksakan pendapat yang mungkin pak Menteri anggap lebih benar, tetapi belum tentu disetujui banyak pihak karena berbeda pemahaman.   Bila di Bali doa bersama dipimpin seseorang secara Hindu, di Kupang doa bersama dipimpin secara Nasrani dan di Bogor doa bersama dipimpin seseorang secara Islam, artinya menghargai mayoritas juga tidak perlu dipersoalkan, selama hak-hak penganut agama minoritas diberikan.

Jadi praktik keagamaan menurut agama mayoritas seperti apa yang kurang sreg di hati pak Menteri? Menteri Anies Baswedan harus berterungterang dan menjelaskan kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun