Pekerja Rumah Tangga: Profesi Vital yang Membutuhkan Perlindungan
Pekerja rumah tangga (PRT) sering kali diabaikan dalam konteks sosial dan ekonomi, meskipun peran mereka sangat vital dalam menjaga fungsi rumah tangga. Tugas-tugas seperti membersihkan, memasak, dan merawat rumah tangga tidak hanya membutuhkan keterampilan, tetapi juga mempengaruhi kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.Â
Namun, pandangan patriarkhis yang masih mendasari pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin menempatkan PRT dalam posisi yang kurang dihargai secara sosial dan ekonomi. Sejarah pekerja rumah tangga mencakup peran mereka sejak zaman perbudakan, di mana perempuan sebagai budak diharuskan melakukan tugas-tugas domestik.Â
Peran ini terus berlanjut hingga hari ini, meskipun dalam konteks yang berubah menjadi profesi yang dihargai di masyarakat modern. Stereotip gender juga masih melekat pada profesi ini, dengan mayoritas PRT yang merupakan perempuan, bahkan ketika teknologi telah mengotomatiskan beberapa tugas domestik.Â
Pentingnya mengakui PRT sebagai pekerja telah diakui secara internasional melalui Konvensi ILO 189, yang menetapkan standar untuk kerja layak bagi PRT. Di Indonesia sudah ada upaya untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), proses ini masih tertunda di DPR RI. RUU ini diharapkan untuk memberikan landasan hukum yang jelas dan perlindungan menyeluruh bagi PRT di Indonesia.
Namun RUU ini telah mangkrak selama 19 tahun di DPR RI. Sehingga implementasi perlindungan hukum yang memadai di Indonesia masih terhambat oleh ketidakhadiran regulasi khusus yang mengatur hak dan perlindungan PRT secara komprehensif.
Hal ini kemudian membuat PRT rentan terhadap pelanggaran hak-hak dasar seperti jam kerja yang tidak teratur, upah yang tidak sesuai, dan kurangnya jaminan kesehatan serta kecelakaan kerja. PRT sering kali bekerja dalam lingkup yang tertutup dan rentan terhadap eksploitasi, terutama karena kesepakatan kerja sering kali hanya berdasarkan kesepakatan lisan dengan majikan.
PRT Indonesia Siapa Peduli?
Jumlah Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia mencapai hampir 2 juta jiwa. Sebanyak 18 persen di antaranya adalah PRT anak yang berumur di bawah 18 tahun, atau sekitar 360.000 jiwa, dan 84 persen adalah perempuan. Diperkirakan, jumlah PRT di Indonesia mencapai 4,2 juta orang, dengan sebagian besar perempuan.
Keberadaan dan kebutuhan rumah tangga terhadap PRT menciptakan lapangan kerja bagi perempuan, namun juga membawa risiko besar. PRT perempuan rentan terhadap kekerasan fisik dan seksual serta eksploitasi karena posisi sosial mereka yang lemah secara struktural. Mereka sering mengalami alienasi, terisolasi, dan dibatasi ruang geraknya, sering kali bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya mereka (Bagong Suyanto, 2023).Â
Laporan Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) bahwa telah menerima lebih dari 600 aduan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga sepanjang 2023, dengan sebagian besar aduan berasal dari daerah NTT, Jatim, Jateng, dan Jabar. Kasus kekerasan yang dialami PRT mencakup berbagai bentuk seperti kekerasan fisik, seksual, mental, ekonomi, perdagangan manusia, bahkan merupakan kombinasi dari semua ini. Akibatnya, PRT sering kali menghadapi multi-kekerasan yang dapat berujung pada akhir hidup mereka.
Kerentanan dalam profesi kerja PRT terkait erat dengan adanya relasi kuasa yang sangat dominan dalam hubungan kerja domestik, yang memberi ruang bagi eksploitasi dan kekerasan. PRT, terutama perempuan, sering kali berada dalam posisi yang lebih lemah dalam hubungan ini, di mana majikan memiliki kontrol penuh atas kondisi kerja dan kehidupan pribadi mereka.Â