Kebijakan Pelonggaran Impor dan Ancaman Krisis Industri Tekstil Indonesia
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia saat ini menghadapi krisis yang mengancam kelangsungan usaha industri tekstil. Kebangkrutan yang melanda sektor ini akan mengancam hanya penutupan pabrik maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi ribuan pekerja. Salah satu faktor utama yang dianggap berkontribusi signifikan terhadap krisis ini adalah kebijakan pelonggaran impor oleh Kementerian Perdagangan (https://www.cnbcindonesia.com, 18 Juni 2024).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menyoroti bahwa kebijakan pelonggaran impor yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menjadi salah satu penyebab utama krisis di industri TPT (https://bisnis.tempo.co, 15 Juni 2024).
Kebijakan ini memudahkan masuknya produk tekstil impor, baik legal maupun ilegal, yang telah menumpuk di pasar domestik Indonesia. Menurut Danang, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 13.800 orang, meskipun angka tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut (https://bisnis.tempo.co, 20 Juni 2024)
Peningkatan impor tekstil, terutama dari Cina, menciptakan kondisi pasar yang jenuh dengan produk-produk asing. Hal ini diperparah oleh daya beli masyarakat yang masih relatif rendah, sehingga produk-produk impor tersebut tidak terserap secara optimal. Akibatnya, produk-produk tersebut menumpuk di pasar, menekan produsen lokal yang tidak mampu bersaing dengan harga produk impor yang lebih murah.
Implikasi Ekonomi dan Sosial
PHK massal yang terjadi sebagai akibat dari penurunan kinerja industri TPT tidak hanya berdampak pada pekerja dan keluarganya, tetapi juga pada perekonomian nasional secara keseluruhan.Â
Industri tekstil merupakan salah satu sektor yang banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. Dengan penutupan pabrik-pabrik tekstil, banyak pekerja yang kehilangan mata pencaharian, yang pada gilirannya dapat meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan.
Selain itu, ketergantungan pada produk impor juga melemahkan kapasitas produksi dalam negeri. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya keterampilan teknis yang spesifik pada industri tekstil serta berkurangnya inovasi lokal. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menurunkan daya saing industri tekstil Indonesia di pasar global  (https://bisnis.tempo.co, 15 Juni 2024)
Selain kebijakan dalam negeri, faktor eksternal seperti oversupply produk tekstil dari Cina juga berperan penting. Pasar utama bagi produk tekstil Cina, yaitu Amerika dan Eropa, telah memperketat akses melalui bea masuk yang tinggi, sehingga produsen Cina mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia.
Indonesia, yang memiliki kerja sama dagang dengan Cina melalui Asia Pacific Trade Agreement (APTA), menjadi tujuan utama untuk menyalurkan produk-produk tekstil yang meluber tersebut.
Cina saat ini sedang gencar mengadakan eksibisi di Indonesia untuk memperkenalkan produk mereka ke pasar domestik. Ini adalah salah satu upaya Cina untuk mengintervensi pasar tekstil Indonesia, yang menambah tekanan bagi produsen lokal  (https://bisnis.tempo.co, 15 Juni 2024)