UU Desa dan Tantangan dalam Pembangunan Desa
Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.Â
Revisi UU Desa memuat sejumlah sejumlah perubahan diantaranya, masa jabatan Kepala Desa dan BPD diperpanjang menjadi 8 tahun, dengan kemungkinan bagi mereka yang telah menjabat 2 periode untuk mencalonkan diri lagi.Â
Pelantikan Kepala Desa yang belum dilakukan akan disesuaikan dengan revisi. Dana desa langsung masuk ke rekening desa, dan hak penghasilan serta tunjangan lainnya diberikan kepada Kepala Desa, BPD, dan perangkat desa.Â
Syarat calon kepala desa ditingkatkan, sementara kewenangan pembangunan desa diperluas untuk mencakup kebutuhan primer. Dana desa juga mengalami peningkatan, sementara kewenangan pengelolaannya diperluas (https://nasional.kompas.com, 28 Maret 2024).
Banyak pihak yang memberi apresiasi, karena dengan revisi ini diharapkan dapat mempercepat dan memperkuat pembangunan desa melalui perpanjangan masa jabatan kepala desa, peningkatan dana desa, serta pengalokasian dana desa secara langsung ke rekening desa.
Namun ada juga yang sangsi atas revisi UU Desa ini, lantaran karena data dan fakta menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan dan kemiskinan di desa masih tinggi. Penurunan ini terbilang lambat, bahkan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Kemiskinan dan Kesenjangan di Pedesaan
Beberapa pihak yang melihat bahwa, meskipun revisi Undang-Undang Desa telah disahkan, tingkat ketimpangan di desa masih tinggi.Â
Menurut data BPS tahun 2024, ketimpangan di desa pada tahun 2014 adalah 0,34 dan turun sedikit menjadi 0,313 pada tahun 2023. Artinya, penurunan ketimpangan di desa berlangsung sangat lambat, hanya berkurang sebesar 0,027 dalam 10 tahun (Kompas.id, 04 April 2024).
Hal yang sama terjadi pada indikator kemiskinan di desa. Angka kemiskinan turun dari 13,76 persen pada tahun 2014 menjadi 12,36 persen pada tahun 2023, atau hanya mengalami penurunan sebesar 1,4 persen dalam kurun 10 tahun terakhir. Data kemiskinan dan kesenjangan ini menunjukkan bahwa pembangunan desa melalui dana desa belum mencapai sasaran yang diharapkan (Kompas.id, 04 April 2024).
Pembangunan di desa belum merata, dan keuntungan dari pembangunan desa lebih cenderung dinikmati oleh sebagian kecil orang, sehingga tidak memberikan dampak signifikan pada penguatan ekonomi desa. Selain itu, tidak adanya prioritas yang jelas dalam pembangunan desa juga menjadi masalah karena masalah data yang tidak akurat.