Rumah Layak Huni Bagi Rakyat Miskin: Hak Asasi dan Fondasi Kesejahteraan
Pemenuhan hak atas perumahan layak huni adalah dasar kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, dengan dinamika ekonomi-politik selaian pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang terus meningkat, krisis perumahan menjadi salah satu tantangan besar.
Lebih dari sepertiga penduduk Indonesia, sekitar 36,85% rumah tangga, masih tinggal di rumah yang tidak layak. Menurut data Kementerian PUPR, sekitar 81 juta generasi milenial juga belum memiliki akses terhadap rumah layak huni (https://www.liputan6.com, 13 April 2023).
Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak rumah tangga, termasuk generasi milenial, yang belum mendapatkan akses terhadap perumahan yang memenuhi standar kelayakan.
Hak Asasi atas Perumahan Layak dan Fondasi Kesejahteraan
Hak asasi atas perumahan layak seharusnya menjadi prioritas pemerintah dalam memastikan kesejahteraan seluruh rakyatnya. Rumah yang layak huni bukan hanya sekadar tempat berlindung dari cuaca atau tempat tinggal, tetapi juga merupakan tempat di mana individu dapat hidup dengan martabat, keamanan, dan kesejahteraan.
Selain menyediakan tempat tinggal yang nyaman, rumah yang layak juga harus memenuhi standar tertentu, termasuk memiliki akses air bersih, sistem sanitasi yang baik, ventilasi yang memadai, serta konstruksi yang aman dan kokoh. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan dan keselamatan penghuninya.
Akses terhadap perumahan yang layak adalah hak yang harus dipenuhi oleh negara sebagai bagian dari tanggung jawabnya terhadap warganya. Dengan demikian rumah yang layak huni menjadi fondasi kesejahteraan yang kuat bagi setiap individu dan keluarga, sebagai fondasi penting dalam membangun kesejahteraan sosial dan ekonomi suatu bangsa.
Tantangan dan Solusi
Namun demikan, pemenuhan hak asasi perumahan layak huni sebagai fondasi kesejahteraan masih menjadi pemasalahan akan akesibilitas terhadap rumah layak huni seperti padatnya ketersediaan lahan untuk pembangunan, pertumbuhan populasi di wilayah perkotaan, dan disparitas antara wilayah perkotaan dan pedesaan, semakin memperumit akses terhadap perumahan yang layak bagi generasi milenial.
Menurut pakar tata kota, Yayat Supriyatna, ada dua faktor utama yang menghambat ketersediaan rumah saat ini yakni penyediaan tanah dan perumahan yang terbatas serta rendahnya daya beli masyarakat (https://www.detik.com, 06 Februari 2024).
Salah satu faktor utama yang menyebabkan keterbatasan rumah adalah harga tanah yang semakin mahal. Harga tanah yang tinggi ini berdampak pada kenaikan harga rumah, membuatnya sulit dijangkau bagi masyarakat dengan pendapatan rendah. Untuk mendapatkan rumah tapak, seseorang harus mengeluarkan dana yang besar, yang seringkali di luar kemampuan.
Selain masalah harga rumah yang tinggi, rendahnya daya beli masyarakat juga menjadi hambatan utama dalam mendapatkan hunian yang layak.
Biaya pembangunan yang besar membutuhkan penghuni yang dapat segera menempati rumah tersebut agar proyek tersebut berkelanjutan secara finansial.