Mohon tunggu...
Hemay Dewi
Hemay Dewi Mohon Tunggu... -

Just having fun !

Selanjutnya

Tutup

Money

Pasar Tradisional? Ironis Memang..

29 Desember 2011   06:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:37 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

[caption id="" align="alignnone" width="450" caption="ekonomgila.blogspot.com image"][/caption] Memprihatinkan memang melihat berjamurnya supermaket,wholeseler apalagi minimarket-minimarket yang hampir disetiap gang ada satu.  Yang kalau satu dah muncul pasti dech yang lain ikut-ikutan buka disebelahnya atau di sebrangnya.  Ini memang bukan merupakan ciri-ciri ekonomi kerakyatan. Pedagang kelontong kehilangan banyak pelanggan begitu juga dengan pasar tradisional.  Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin dech.  Coba sekarang kita pergi ke pasar tradisional bisa dihitung dengan jari berapa anak muda atau ibu-ibu muda yang mau belanja di pasar tradisional ?? Suamiku bilang,"Kalau tidak ingin ikut-ikutan arus kapitalisme, jika kita mau belanja dan barang itu masih tersedia di pasar tradisional atau kelontong maka belilah disana." "Yah benar juga juga," kupikir.  Maka hari  itu aku pergi dech ke pasar tradisional. Yah begitulah keadaan pasar tradisional dengan segala  ketradisionalannya, tapi itu sich masih bisa diterima olehku karena dalam hati aku berniat untuk tidak terlalu ikut-ikutan arus kapitalisme. Mulai dech aku beli sana beli sini dengan pelayanan yang ala kadarnya.  Tiba dech aku beli dilapak si Embah. Beli satu, dua barang aku tidak nawar.  Pas tanya barang yang katiga aku nawar . . . .eh malah dimarahin sama si Embah,"Sekarang barang-barang belinya mahal, kita pedagang juga ambil untungnya ga seberapa". "Whaduh . . bukannya di pasar tradisional kita boleh nawar?" pikirku.  Kita mau beli tanggapannya kok seperti  kita mau minta-minta saja. Aku ambil barang yang ketiga, si Embahnya bilang dengan nada tinggi "Itu barang juga sudah naik!!!" Si Embah kalau barang ga boleh ditawar, bilang saja ga boleh. Kenapa mesti marah-marah? Perasaan dari tadi aku juga pakai bahasa kromo(jawa agak halus) tapi yang aku dapat malah omelan.  Kutahan emosiku, kubayar langsung cabut dengan sewot.  Hiuf. . . berat memang, pagi-pagi dah dimarahi sama si Embah.  Tapi suamiku bilang,"Sabarlah, paling si Embahnya lagi bisulan qiqiqiqi....." Gimana pasar tradisional ga kalah pamor coba belanja disupermaket kita bisa ngadem(ada AC) dimanjakan oleh musik dan pelayannya juga ramah-ramah(meskipun kadang ga bisa disembunyikan mereka tersenyum dengan ekspresi tertekan hi..hi...) plus lagi tempatnya nyaman, bersih dan masih banyak keunggulan lainnya yang kesemuannya itu menutupi kekurangan pasar tradisional. Tulisanku ini bukan menakut-nakuti orang yang ingin belanja ke pasar tradisional kok.  Aku juga ga kapok belanja disana meski sudah pernah kena semprot sama si Embah.  Meskipun ga kapok belanja dipasar tapi aku kapok belanja di lapak si Embah itu hihi.... Meski begitu masih ada hal-hal positif bila kita mau belanja ke pasar.  Kita bisa lebih peka dan tahu keadaan orang sekitar dan ekonomi kerakyatan kita tidak mati.  Karena jika pasar hidup, maka petani pun hidup.  Negara pun akan lebih mandiri karena tidak mengandalkan barang-barang import untuk kebutuhan sehari-hari.  Apa jadinya negara ini kalau semua kebutuhan kita sehari-harinya mengandalkan import.  Negara makin krisis akhirnya kita juga yang akan merasakan akibatnya. Cuma  harapanku pemerintah bisa lebih menata pasar tradisional menjadi nyaman untuk belanja dan juga mengatur ijin modern market agar tidak mematikan pasar tradisional dan berharap juga para pedagang juga lebih ramah melayani pembeli

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun