Mohon tunggu...
Hukum

Pengedar Narkoba Seharusnya Tak Dihukum Mati

3 Desember 2018   00:10 Diperbarui: 3 Desember 2018   00:16 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti yang kita ketahui pada umumnya, mayoritas pengedar narkoba di NKRI dihukum mati. Dan untuk sekilas itu memang menjadi pernyataan yang umumnya disetujui oleh masyarakat Indonesia. Namun pantaskah seorang pengedar narkoba hukumannya lebih berat dari pada seorang pembunuh? Seorang pemerkosa? Bahkan seorang koruptor? Untuk menjawab pertanyaan berikut kita harus mengetahui dulu apa saja yang dilakukan seorang pengedar narkoba. Mungkin bagi saudara-saudara yang membaca artikel ini, pertanyaan ini terdengar cukup bodoh, tetapi dibalik sekedar mengedarkan atau membuatnya, apa yang dilakukan olehnya sangat berdampak pada masyarakat dalam banyak aspek.

Apalagi ditambah akhir-akhir ini negara kita tercinta Indonesia sedang di tengah-tengah pembangunan yang cepat dan sangat meluas di berbagai bidang. Ironisnya kasus narkoba atau pengedaran narkoba sangat sering dijumpai, bahkan mungkin setiap hari. Koran-koran cetak dan online terhias dengan kata narkoba. Ini disebabkan karena tahun ke tahun, pasti jumlah kasus terkait dengan Napza (singkatan dari kata narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) ini mengalami peningkatan yang signifikan dan rasa takut itu membuat para netizen untuk menghindar narkoba dengan cara apapun. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh BPS, Statistik Kriminal pada tahun 2017 dapat dilihat bahwa dari 16.589 kasus yang muncul terkait dengan narkoba di tahun 2012, angka itu menjadi 39.171 di tahun 2016. Dalam jangka waktu 4 tahun kasus yang muncul berkaitan dengan narkoba mengalami peningkatan 136,13 persen.

Bagi saya yang tidak terlalu sering membaca berita, narkoba mulai tumbuh menjadi suatu kekhawatiran. Belum-belum ada berita bahwa pada akhir 2017, belum setahun yang lalu, ditemukan 739 zat narkotika jenis baru atau istilah kerennya New Psyhoactive Subtances (NPS) yang sudah tersebar di 106 negara berdasarkan riset World Drup Report UNODC pada tahun 2017. Karena Indonesia mulai berkembang menjadi negara maju, bisa saja narkoba-narkoba baru ini masuk ke dalam lingkup masyarakat. Bisa saja masuk ke lingkup sekolah. Dan bisa saja masuk ke dalam lingkup hidup yang paling tak ternilai, keluarga. Saya tahu, saudara-saudara tidak mungkin menginginkan mamah, papah, kakak, bahkan adik saudara sendiri mencicip-cicipi narkoba dan akhirnya terjerumus ke dalam masalah yang terbelit-belit dan tidak akan berakhir dengan bahagia.

Karena kalau seorang yang kita sangat sayangi terjerumus ke dalam dosa ini narkoba akan berdampak negatif terhadapnya baik secara kesehatan fisik ataupun mental/psikologisnya. Semakin hari semakin banyak yang menggunakan dan mengedarkan napza ini. Pelaku narkoba ini bisa berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Masyarakat low-class, middle-class, bahkan high-class rawan sekali terhadap masalah yang sedang trending ini. 

Mahasiswa, artis, tokoh masyarakat, politisi, aparat hukum, anggota dewan, hingga teman sekolah saudara bisa saja sudah menjadi pecandu narkoba atau parah lagi mulai mengedarkan narkoba dalam jumlah yang diluar dugaan saudara. Bahaya masalah ini terus mengintai dan mengancam masa depan anak bangsa Indonesia yang cemerlang hingga kita semua perlu waspada dan seluruh kegiatan masyarakat harus diperhatikan dengan teliti oleh penegak dan aparat hukum. Namun kita bertabrakan dengan masalah lain yaitu sulitnya pengawasan pengedaran narkoba yang disebabkan oleh kemajuan teknologi dan hasrat/keinginan untuk memperoleh keuntungan dari menjual narkoba. Maka dibutuhkan kerja sama antar aparat hukum dan masyarakat.

Setelah mengetahui backround narkoba dan seorang pengedar narkoba mari kita mempertimbangkan seberapa parah sih dampak narkoba bagi masyakarat dibandingkan ulah seorang pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Tentu saja seorang pengedar narkoba tidak hanya mempengaruhi satu, dua orang saja melainkan sangat banyak orang dan secara tidak langsung mempengaruhi masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Sedangkan secara langsung seorang pembunuh dan pemerkosa hanya melibatkan seorang/beberapa orang korban dan tidak begitu mempengaruhi masyarakat. Saya tidak mengatakan bahwa seorang pembunuh/pemerkosa lebih baik daripada seorang pengedar narkoba, melainkan kita melihat gambaran yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang Panjang. Sepertinya sama halnya jika seorang pengedar narkoba dibandingkan dengan seorang koruptor, si pengedar narkoba lebih pantas untuk mendapatkan hukuman/sanksi yang lebih berat daripada seorang koruptor.

Saya berani mengatakan demikian karena memang benar seorang koruptor mempengaruhi kehidupan masyakarat hingga ke dalam lingkup masyarakat yang paling kecil tetapi banyak sekali nyawa yang terancam akibat narkoba dibandingkan seorang korptor. Entah karena drug overdose ataupun pembunuhan yang awal mulanya karena masalah narkotika. Jadi kesimpulannya adalah memang pengedar narkoba sangat membahayakan Indonesia dan generasi muda kita yang penuh dengan potensi ini. Jika kita melihat UU 35/2009 Tentang Narkoba Pasal 113 ayat (2) berisi "Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga)." Kita bisa melihat bahwa orang yang melakukan penyaluran dapat diberi pidana mati.

Apalagi sebagian besar masyarakat setuju dengan pengeksekusian seorang pengedar narkoba. tetapi menerapkan hukuman mati di negara kita itu tidak mudah karena dua hal yaitu karena NKRI menganut asas-asas HAM (Hak Asasi Manusia) dan karena NKRI adalah negara agama. Artinya negara kita mempunyai berbagai macam agama. Dan dengan ajaran agama, kita dapat menyimpulkan bahwa kita diajarkan untuk memaafkan orang dan untuk mengampuni mereka yang berbuat salah. Bahkan di agama saya sendiri (Katolik) hukuman mati dulu tidak boleh dijalani dan ini terbukti dengan beberapa ayat-ayat di kitab suci. 

Namun Gereja Katolik sedang dalam peralihan. Katekismus gereja katolik mengatakan bahwa orang-orang yang dihukum mati hanyalah orang-orang yang melakukan kejahatan yang benar-benar sangat parah. Hukuman mati diperbolehkan oleh gereja katolik apabila identitas pelaku kejahatan dan tanggung jawab pihak yang bersalah dipastikan sepenuhnya dan apabila hukuman ini adalah satu-satunya jalan untuk melindungi berbagai pihak lainnya dari pihak yang bersalah.

Akhir kata, saya tidak setuju dengan hukuman mati bagi pengedar narkoba walaupun memang kejahatan mereka sangatlah parah. Tetapi penjara seumur hidup bagi mereka yang melakukan pengedaran narkoba sudah sangatlah cukup dan memuaskan bagi saya sendiri. Dan jika agama tidak menyetujui dan HAM tidak menyetujui, seharusnya negara Indonesia juga menerapkannya. Sekian dan terima kasih. "Berpendapat tanpa berpengetahuan hukuman mati bagi seorang calon brahmana. Dia takkan mungkin jadi brahmana yang bisa dipercaya." (Pramoedya Ananta Toer 1925-2006)

AMDG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun