Mohon tunggu...
Helvry Sinaga
Helvry Sinaga Mohon Tunggu... -

Mencoba berbagi dengan menulis. \r\nhttp://blogbukuhelvry.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rumah Sakit Rumah Sehat

7 Juni 2012   16:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:17 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana Anda menilai sebuah fasilitas kesehatan publik? salah satu contohnya adalah datanglah ke ruang instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit pemerintah. Mungkin itu contoh kecil, namun memberi kesan bagaimana tingkat keseriusan pengelola rumah sakit memberi pelayanan kesehatan. Kesan saya ketika melihat suasana IGD di salah satu rumah sakit pemerintah di daerah Jakarta Timur adalah  begitu tingginya kesenjangan antara jumlah pasien dan jumlah dokter. Pasien di IGD sangat banyak, ruangan IGD sangat penuh sehingga sampai menggunakan ruang tunggu. Saya memerhatikan banyak pasien yang statusnya menunggu dilakukan penanganan, namun dokter jaga yang tersedia hanya satu orang. Selain itu, saya memerhatikan bahwa ada bekas darah kering yang belum dibersihkan pada tempat tidur. Ruang tersebut penuh dengan orang hilir mudik.

Namun yang memprihatinkan bagi saya adalah mengapa petugas di sana seperti dokter, suster merasa superior? seolah pasien adalah pesakitan yang hanya bergantung pada jasa baik mereka? saya berkesimpulan seperti itu karena hal-hal sebagai berikut: pertama, dari nada bicara, tidak ada keramahan, cara bertanya mereka menurut saya tidak etis.

pasien: apakah ada pengaruhnya pada saya yang ada diabetes?

dokter: tau darimana diabetes?

pasien: dari dokter, di RSCM.

dokter: berapa emang gula darahnya?

pasien: gula puasa bla..bla..gula setelah puasa bla..bla...

dokter: --tidak membahas lebih lanjut--

Masih ada contoh lain yang mungkin dari sudut pandang saya adalah mereka adalah orang-orang yang stress.

Kedua, para dokter tersebut tidak menggunakan papan nama atau tanda pengenal di dadanya, sehingga ketika kita hendak mengkonfirmasi kepada petugas yang lain, kita tidak bisa menyebut namanya. Menurut saya ini kebiasaan buruk. Saya sendiri mengalaminya dimana saya harus menceritakan apa ciri-ciri dokter yang menemui saya kepada suster jaga, dan hal itu menyulitkan karena ciri-ciri yang saya kemukakan tidak dapat ditangkap dengan baik.

Di atas semuanya itu bagaimanapun saya harus mengapresiasi setiap daya upaya meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Namun pengalaman saya membeli obat di apotek rumah sakit TNI cukup miris, dimana saya mendengar orang di sebelah saya mengobrol dengan orang lain, bahwa dia peserta Askes dan sudah menunggu kurang lebih 2 jam untuk menebus obat. Mengapa sampai terjadi hal-hal seperti itu? pasien (sekalipun miskin) bukanlah orang yang mengemis, dia juga tidak suka sakit, tapi keadaan-keadaan seperti di atas sepertinya sudah termaklumkan dimana pasien (kelas ekonomi) tidak punya daya tawar dan tunduk pada aturan tidak tertulis: bersedia menunggu tanpa kepastian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun