Krisis Keuangan Asia terjadi pada tahun 1997 hingga 1999 Â melanda hampir di semua negara termasuk Cina. Tpi Cina mampu terselamatkan dari krisis tersebut.Â
Pasca terjadinya krisis Asia pada tahun 1997, Cina memperkenalkan dirinya sebagai "Pemain Baru" dalam ekonomi kawasan maupun bilateral.Â
Cina meluaskan perdagangan dan investasinya tidak hanya di wilayah Asia saja melainkan hingga ke Afrika. Sejak Awal 1992 reformasi ekonomi Cina semakin intensif. Tujuan adanya reformasi Ekonomi Cina tersebut adalah mengatasi kebangkrutan ekonomi Cina secara nasional.
Cina menganut Ekonomi pasar sosialis sebagai landasannya yaitu dengan melakukan pembaharuan pada sektor pajak dan privatisasi perusahaan-perusahaan negara.Â
Keberhasilan ekonomi cina tersebut menjadikan pertumbuhan ekonomi Cina semakin signifikan di dunia. Namun, hal itu menyebabkan Cina tidak mampu lagi menyerap dan mengelola investasi asing yang masuk ke negaranya.
Setelah meninggalnya Deng Xiao Ping pada Februari 1997, Tidak ada perubahan muncul pada kebijakan ekonomi dan perdagangan luar negeri Cina dengan Indonesia.Â
Hal tersebut karena Deng telah mempersiapkan kadernya sejak dia melakukan reformasi ekonomi dan telah membuat landasan baru bagi sistem ekonomi China tahun 1980-an.
Perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Cina sudah lama terjadi jauh sebelum Cina menjadi anggota WTO. Meskipun keduannya sama-sama tergabung dalam WTO.Â
Namun kedua negara ini memiliki kebijakan ekonomi yang berbeda. Kebijakan ekonomi Cina adalah "Ekonomi Pasar Sosialis" dengan sistem komunis sedangkan Indonesia kebijakan ekonomi liberalis dengan sistem demokratis.Â
Dalam memahami dinamika hubungan ekonomi kedua negara tersebut diperlukan adanya analisis terutama pada sektor pertambangan/ energi, program pengurangan kemiskinan, infrastruktur dan pengaruh low middle income country.
Indonesia memiliki kekayaan yang lebih banyak dari Cina, itulah mengapa Cina sangat menjaga dan meningkatkan hubungan bilateral dengan indonesia. Bagi negara Cina, Indonesia mempunyai banyak potensi yang penting bagi ekonomi Cina, terutama pada sektor energi (pertambangan dan mineral) serta potensi pasar sebagaimana yang telah diraih Cina sejak diberlakukannya ACFTA. Kebijakan perdagangan dan Investasi ACFTA sangat terbuka.