Mohon tunggu...
Helmi Nawali
Helmi Nawali Mohon Tunggu... -

Student at Doctoral Program in UIN Maulana Malik Ibrahim, Secretary at Islamic Boarding School Annur 2 Al-Murtadlo (www.annur2.net)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa dan Penjajahan(Refleksi Pasca Debat Cawapres)

30 Juni 2014   08:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:12 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sedih, itulah perasaan saya sebagai pegiat bahasa. Walaupun saya fokus mengkaji Bahasa Arab di Program Doktoral, bukan berarti saya tidak peduli dengan bahasa Indonesia.

Secara substansi saya tidak ingin mengomentari kedua cawapres. Namun, ada satu hal -menurut ahli bahasa- yang salah dalam pola pikir bangsa ini (tercermin dari para pemimpin dan calon pemimpin).

> Bagaimana bisa mereka menggunakan beberapa istilah dari BAHASA ASING dalam debat yang disaksikan oleh BANGSANYA SENDIRI, BANGSA INDONESIA?

> Tidakkah mereka sadar, bahwa debat ini menjadi konsumsi rakyat Indonesia yang mayoritas pendidikannya masih rendah? Akankah mereka mengerti arti "Value Added" dan istilah asing lainnya? Bukankah masih ada kata padanannya dalam bahasa Indonesia (Tambahan Nilai)? Ataukah mereka hanya ingin disaksikan oleh Pihak Asing?

> Bahasa dan pikiran memiliki hubungan yang sangat erat. Bahkan, menurut saya, bahasa merupakan cermin kepribadian dan karakter seseorang. Kedua kubu, selama masa kampanye, mengatakan dirinya tidak terikat dengan pihak asing. Bahkan, kedua kubu saling menuduh bahwa lawannya sangat mesra dengan pihak asing. Pernyataan dan tuduhan mereka saya bantah: CAPRES DAN CAWAPRES KITA SANGAT MESRA DENGAN PIHAK ASING. PIHAK ASING SEDANG MENGINTERVENSI CALON PEMIMPIN KITA. Mengapa? Sebab, dalam bahasa saja mereka lebih menggunakan bahasa Asing. Secara tidak sadar, mereka adalah kaki-tangan asing.

> Bayangkan! Bila pemimpin Indonesia lebih memilih untuk menggunakan bahasa asing semisal "Value Added" dan dijadikan tren oleh rakyatnya, maka satu persatu kata dalam Indonesia akan tidak terpakai dan hilang. Kosakata Indonesia semakin menyusut dan menjadi miskin. Bila bahasa Indonesia sudah miskin, menandakan bahwa peradaban Indonesia sedang merosot.

Oh Bahasaku....
Kasihan betul dikau...

Lihat, calon pemimpin kita
Mereka melacur dengan bahasa Asing
dan mengkhianati dirimu!!!

Oh Pemimpinku...
Apa arti sumpah pemuda bagimu?
KAMI PUTRA DAN PUTRI INDONESIA MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, BAHASA INDONESIA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun