[caption id="attachment_144556" align="alignnone" width="300" caption="City Soundtrack (Artwork/Foto: Helman)"][/caption] Saya tidak akan bilang, "Tak terasa, rangkaian catatan travelog sudah hampir berakhir...". Bagi saya jelas terasa! Konsistensi adalah barang susah bagi penulis amatir seperti saya yang harus sisihkan waktu. Apalagi dengan memori yang memudar, dan kisaran waktu masuk ke tepat dua bulan pas semenjak kejadian aktualnya. Tapi memang rasanya menyenangkan berada di penghujung catatan. Sama senangnya dengan perasaan saya dan Gina waktu itu menyadari bahwa kami akan segera bertemu dengan Aksara, jagoan kami nun jauh di Indonesia. Saya pikir, saya hanya akan membuat satu notes lagi kemudian travelog Sydney ini tamat. Hanya, rasanya sedikit tanggung ketika melihat angka ada di bilangan delapanbelas, dan bila satu catatan pengakhir ini menamatkan travelog, deret berhenti di angka 19. Jadi, sebuah keputusan bijak dari saya adalah menggenapkan ke angka 20, dengan notes kesembilanbelas, atau satu sebelum paripurna akan saya isi dengan soundtrack selama travelling ke Sydney kemarin. Yah, layaknya sebuah film, ada latar musikal yang cukup terngiang di kepala saya selama berada di Sydney, semenjak kickoff dari Surabaya sampai balik ke Surabaya lagi. Main course-nya tentu pengalaman empiris yang berupa kepuasan batiniah visual. "Sudah melihat Opera House!" barang kali merupakan ekspresi paling sahih untuk menggambarkan kesan. Dan selingannya adalah satu lusin lagu yang dalam memori saya ini mempunyai peran sebagai latar pada beberapa momen. 01. Lily Allen - Everyone's at It Hiburan inflight, yang saya temukan satu di antara ribuan lagu lainnya. Inflight Qantas yang kami tumpangi sangat oke, dan katalognya bisa menyenangkan siapapun penumpang. Tersedia dalam banyak genre, dari klasik sampai audiobook - disamping film. Lily Allen memang kontekstual dengan tren playlist yang tengah sering saya mainkan beberapa hari sebelumnya. Dan lagu ini favorit saya. Di Virgin Megastore, lagu ini kembali teresonansi kala kemasan digipak spesial album "It's Not Me, It's You" terpajang di rak dalam wujud edisi spesial (plus bonus DVD). 02. Silverchair - Spawn Another Aussies. Daniel Johns dan kawan-kawan tiba-tiba menjadi latar dalam pikiran kala melihat langsung Hyde Park. Meski asosiasinya beda dengan taman serupa di UK, yang melegenda dengan rangkaian konser band papan atas - termasuk Silverchair, namun melihat Hyde Park di Australia langsung membangkitkan memori. 03. AC/DC - (For Those About to Rock) We Salute You Di Bondi, pemandangan orang memakai kaos kutung dengan logo band rock kebanggaan Australia ini sangat jamak (mengingatkan saya pada seorang teman masa kuliah). Juga di jalan-jalan George Street, headline majalah (Rolling Stone Australia waktu itu menampilkan cover Angus Young cs) dan beberapa billboard banyak yang berkaitan dengan AC/DC. Ini tentu masih hangat dengan momen peluncuran album AC/DC yang memang belum terlalu lama. Boxset AC/DC ini paling banyak dijumpa di setiap toko musik. 04. Pearl Jam - Brother Ini adalah momen angkat gelas ketika saya menemukan rilisan khusus album Ten (Super Deluxe) dalam kondisi rabat di Virgin, Myer Market St. 05. Oasis - Wonderwall Pitt Street Mall kala padat (Kamis sore) adalah tuan rumah bagi banyak street performer. Termasuk seorang pengamen jalanan yang tengah menyanyikan Wonderwall. 06. Hunters and Collectors - Throw Your Arms Around Me Perjalanan ke utara menuju Anna Bay melewati jalan ke wilayah penghasil anggur bernama Hunter's Valley. Dan kondisi lansekap yang sepertinya menarik untuk petualangan alam liar memungkinkan saya membayangkan lagu kemah Eddie Vedder ini, yang kebetulan juga aseli Australia. 07. Spit Enz - History Never Repeats Banyaknya memori tentang persekutuan Australia dan Selandia Baru dalam bentuk tugu dan monumen yang memakai kata ANZAC tentu juga mengungkit sedikit ekspor jarang band berkualitas dari negeri kiwi, Spit Enz. Dan berhubung apa yang saya lihat kebanyakan berhubungan dengan sejarah (terutama Perang Dunia II), maka itu sangat tepat bersambung ke "History Never Repeats". 08. Deep Purple - Soldiers of Fortune Versi insturmennya berkumandang di dalam bis pada perjalanan ke Blue Mountains. Kala semua penumpang tertidur lelap, saya malah asyik mini karaoke mengikuti balada klasik ini. 09. Chris Cornell - Seasons Godaan kala berkunjung ke kios CD dan buku bekas di bilangan George St adalah ketika menemukan DVD film Singles. Saya batal membeli karena harganya masih terlalu mahal bila dibandingkan dengan harga baru di Indonesia sekalipun. Ebay mungkin opsi yang lebih bijak, meski hal itu masih debatable waktu itu dengan lagu yang ada di dalam soundtrack Singles berperan sebagai iblis penggoda iman. 10. Iron Maiden - Run to the Hills Hiburan inflight kala pulang. Melihat cuplikan dari dokumenter Flight 666, yang menggambarkan kru Steve Harris cs sangat hafal dengan ritual Maiden kala di panggung. Mereka fasih membuat bahasa isyarat untuk lagu ini dengan gestur jari-jemarinya. Memorable! 11. Annie Lennox - Into the West Another inflight stuff. Mendengarkan album kompilasi terbaik dari penyanyi jebolan grup vokal Eurhytmic ini. 12. Kings of Leon - Use Somebody Satu lagi nomor yang sering berputar sepanjang perjalanan udara. Thanks to Qantas Inflight Entertainment System yang mengijinkan saya mendengarkan keluarga Followill dan beberapa lagu lain yang kemudian mendominasi soundtrack travelog saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H