Mohon tunggu...
Mohammad Helman Taofani
Mohammad Helman Taofani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

1982 born, happily married... A devout Pearl Jam fans, love to read, listening to music and watching movies. Write occasionally through my online journal. An avid fan of Italian Football. Going to travel sometime. Willing to travel all around the world. Would like to see the world before I die. Considering to live in another country. Obsessed to master at least five different (international) languange. A proud father of Aksara Asa-Madani.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Muse Memukau, Penonton Memukau

29 September 2015   09:43 Diperbarui: 29 September 2015   16:32 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Supermassive Black Hole
Merujuk pada setlist Shanghai dan Bangkok, ini adalah momen dimulainya rangkaian klimaks yang akan menutup show. Susah untuk tidak ikut berdansa robotik mengikuti intro lagu ini. Meski sejak awal saya sudah berdiri, mengabaikan kursi tempat duduk, ketika lagu ini saya jadi turun ke area jalan (perimeter) yang agak lega. Beberapa penonton (tribun) lain juga mulai meninggalkan tempat duduk mereka.

Time is Running Out
Anthem Muse ini dihiasi oleh countdown betulan yang terpampang di latar panggung. Dan mereka bisa tepat menyelesaikan pada saat hitungan countdown berakhir. Muse memang bermain super-rapi, sehingga penikmat konser yang menharapkan adanya interaksi dan improvisasi boleh jadi agak kecewa. Tapi saya maklum, karena bahan jualan mereka bukan interaksi, melainkan tempo. Saat lagu ini, seperti yang diduga, koor paling masif terdengar dari sekitar 10.000 penonton di Indoor Stadium.

Starlight
Dari tribun, pemandangan paling menggetarkan adalah melihat lautan tepuk tangan dari seluruh audiens mengikuti ketukan beat Dom Howard di intro lagu (yang barangkali) paling beken dari Muse. Lagu ini sekali lagi mempertahankan tempo dan momentum bagus, dengan koor massal masih terjadi dan makin membahana.

Uprising
Erupsi pecah di lagu yang mengakhiri set utama ini. Secara personal, saya berpendapat tempo yang mereka berikan melalui pemilihan setlist memang berhasil. Balon-balon raksasa bermunculan dari panggung, mirip suasana ketika penutup konser Metallica. Ketika pecah, konfeti muncul dan menambah meriah suasana. Hingga Muse pamit untuk encore, penonton Singapura masih berusaha memecahkan balon-balon yang ada. Catatan khusus untuk penonton, meski telat lama, mereka tetap bisa bersenang-senang. Menunggu lama pasca band pembuka, ada inisiatif penonton untuk membuat mexican wave yang disambut antusias. Mungkin itu yang digunakan sebagai pemanasan, sehingga sepanjang konser tangan mereka aktif bergerak, tak banyak yang terpaku pada layar monitor ponsel.

Encore/Mercy
Masih dalam suasana pesta, confetti muncul kembali. Kali ini disemburkan dari panggung bersamaan dengan asap yang keluar. Ketika rehearsal efek, banyak penonton Singapura yang masih bercanda mengenai haze, alias kabut asap kirimn dari Indonesia. Kawan saya bercerita mengenai haze yang mencapai indeks tinggi pada hari Rabu. Hal ini sempat disebutkan juga oleh The Ruse, band pembuka, yang mengatakan hari itu (Sabtu), haze udah ngga mengganggu, beda dengan kemarin-kemarin.

Knights of Cydonia
Chris mengawali lagu penutup dengan bermain harmonika, mengikuti koboi (yang diperankan Charles Bronson) di film Once Upon a Time in America. Ini adalah penanda bahwa berikutnya, lagu berkuda dari Matt cs akan menutup pesta. Dan ya, Knights of Cydonia yang - sekali lagi - menghamba kepada beat dan filler melodi membuat suasana penutup makin meriah. Penonton tribun makin banyak yang turun ke perimeter dasar untuk ikut meloncat dan bernyanyi.

Usai lagu, yang berarti menutup konser, Matt dan Dom menyampaikan terima kasih kepada penonton. But that's all, no group bow, dan greeting tambahan. Interaksi mereka memang sangat minimal. Bisa dibilang mereka tampil dengan dingin dan make sure the job done. Tapi rasanya penonton akan tetap puas lantaran suguhan utama mereka mirip dengan nuansa EDM. Dengan beat yang bagus, serta permainan tempo, penonton tetap bisa larut ke dalam konser tanpa harus digawangi dengan bercakap atau improvisasi berlebih.

Pukul sebelas malam tepat, Muse mengakhiri show mereka. Dan penonton yang mengandalkan MRT bergegas menuju stasiun yang untungnya menempel dengan kompleks olahraga ini. Bagi saya, yang baru pertama menonton di Indoor Stadium, highlight oke lainnya adalah dari sisi venue. Kemudahan akses, kemegahan kompleks, dan akustik yang bagus turut mendukung pengalaman konser yang mengesankan.

Konser Muse ini, bagi saya, adalah konser terbaik yang saya tonton tahun ini. Ada tiga hal kunci. Yang pertama adalah penonton Singapura (definitely lebih bagus dibanding penonton Indonesia). Sangat reaktif dan menikmati show. Yang kedua adalah venue. Good acoustic, stage, location, serta no hassle.

Terakhir tentu dari band sendiri, yang meski boleh dibilang bermain text-book, namun tetap bisa menghadirkan suguhan maksimal. Top notch dari sisi menjaga tempo dengan pemilihan setlist (walau fixed seperti konser sebelumnya), dalam skala makro meminjam istilah dari lagu Muse sendiri, yang uprising.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun