Mohon tunggu...
Mohammad Helman Taofani
Mohammad Helman Taofani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

1982 born, happily married... A devout Pearl Jam fans, love to read, listening to music and watching movies. Write occasionally through my online journal. An avid fan of Italian Football. Going to travel sometime. Willing to travel all around the world. Would like to see the world before I die. Considering to live in another country. Obsessed to master at least five different (international) languange. A proud father of Aksara Asa-Madani.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Pelanggar HAM Jalanan

6 April 2013   11:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:38 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita-berita tentang pelanggaran HAM sering membuat kita tertegun. Betapa HAM alias hak asasi manusia dijunjung tinggi, sehingga para pelanggarnya mendapat sangsi atau sematan gelar yang menyeramkan. Rata-rata yang kita tahu, para pelanggar HAM ini berada dalam ranah kejahatan berat. Dari penjahat perang sampai pelaku trafficking. Tetapi sesungguhnya para pelanggar HAM ini ada di mana-mana. Termasuk jalan raya yang menjadi rimba sehari-hari masyarakat kota.

Kasus pelanggaran HAM di jalanan ini tidak menarik minat Komnas HAM dan LSM kemanusiaan lainnya. Padahal, skala pelanggarannya sama, dan kadang juga berujung maut. Lalu, apa sajakah pelanggaran HAM di jalanan?

Yang paling jamak adalah dilanggarnya hak-hak pejalan kaki. Hak asasi manusia menuntut perlakuan sebagai individu utuh, secara ragawi dan batiniah. Artinya, seorang individu berwujud manusia mempunyai hak - bahkan seharusnya yang paling mutlak - untuk menggunakan setiap jengkal bumi yang diciptakan Tuhan. Manusia kini rela berbagi dengan mesin (kendaraan), bahkan di daerah kota seperti Jakarta, mulai dihilangkan hak-haknya untuk melangkahkan kaki.

Hilangnya pedestrian berstatus sama dengan mencerabut sebuah etnis dari tanahnya. Mestinya para manusia bisa menuntut haknya, dan para pelanggarnya (stakeholder) bisa dikenai pasal pelanggaran HAM. Pedestrian sebetulnya adalah bukti mengalahnya manusia untuk mesin. Dulu, sebelum mobil menjadi jamak, mesin dan kendaraan berbagi bersama manusia. Mereka juga tidak diperkenankan menabrak atau merebut jalan yang dilalui manusia.

Pernah mengalami kesulitan dalam menyeberang? Sesungguhnya HAM Anda tengah dilanggar. Apalagi bila Anda sudah mengalah dan memilih menyeberang menggunakan zebra cross dan menunggu lampu tanda jalan menyala. Otoritas memaksa kita mengalah demi sistem dan kita mematuhinya. Untuk ini saja kita masih kesulitan, maka ada indikasi pelanggaran HAM di sana.

Menyalakan klakson untuk mengusir pejalan kaki adalah tindakan kasar. Bila terjebak di daerah yang bercampur antara kendaraan dan pejalan kaki (misalnya pasar), kita wajib mendahulukan pejalan kaki, dan tidak boleh menegur dengan membunyikan klakson. Bila perlu menegur, buka kaca jendela lalu bicaralah. Komunikasi yang terjadi haruslah manusia dengan manusia.

Masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di jalan raya. Saya, dan juga Anda mungkin secara tak sadar juga pernah menjadi pelanggar HAM - dengan intensitas kita berkendara. Untuk menghindarkan kita dari kejahatan yang sama dengan Pol Pot atau Hitler, sebaiknya mulai dari sekarang kita berprinsip mengutamakan kepentingan sebagai manusia. Utamakan mereka yang menikmati bumi dengan inderanya, termasuk dua kaki untuk melangkah, sebagai prioritas primer di jalanan.

Hindarkan diri kita dari golongan para pelanggar hak asasi manusia.

Foto: Shutterstock Footage

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun