Mohon tunggu...
Mohammad Helman Taofani
Mohammad Helman Taofani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

1982 born, happily married... A devout Pearl Jam fans, love to read, listening to music and watching movies. Write occasionally through my online journal. An avid fan of Italian Football. Going to travel sometime. Willing to travel all around the world. Would like to see the world before I die. Considering to live in another country. Obsessed to master at least five different (international) languange. A proud father of Aksara Asa-Madani.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Moneyball

27 Desember 2011   11:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:41 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

140 juta melawan 40 juta. Itu adalah premis yang dibangun pada awal film Moneyball, rilis September tahun ini. Angka tersebut menggambarkan ketimpangan ruang gaji di klub Major League Baseball (MLB) New York Yankees dan Oakland Athletics (A's) pada tahun 2002. Dengan jurang tersebut, maka dunia baseball disebut General Manager (GM) A's, Billy Beane, sebagai "unfair game". Betapa tidak, dengan slot gaji yang minim, A's harus selalu merelakan pemain bintang mereka pergi ke klub-klub besar. Dan setiap tahun, Billy sebagai GM harus membangun tim "from scratch". Billy Beane adalah "loser" sejati. Ia memiliki motivasi tinggi untuk mendongkel kemapanan. Dan bagi banyak Daud di dunia ini, posisi membidik ke atas - ke mata Goliath - adalah hal yang paling wajar. Billy adalah atlit gagal yang desperately ingin menang. Sebagai pemain ia gagal. Dan sekarang sebagai GM klub semenjana ia wajib menemukan cara untuk mengatasi jurang perbedaan finansial A's dan powerhouse MLB. Di sini ia menemukan sosok Peter Brand, seorang analis ekonomi lulusan Yale yang memiliki passion terhadap MLB. Metode Brand adalah menggunakan statistik luar untuk menganalisa nilai pemain. Anda yang penggemar sepakbola, bayangkan statistik pemain syang standar berupa menit main dan jumlah gol - yang sering menjadi acuan pemandu bakat konvensional. Nah, statistik luar lebih menghitung rataan peluang, daya jelajah, dan sebagainya. Di baseball, statistik yang paling sering menjadi acuan adalah persentase pukulan dan homerun. Tapi nilai itu juga menjadi patokan semua klub yang mengincar potensi pemain. Termasuk klub kaya terntunya. Akan susah bagi A's untuk melawan Yankees memperebutkan pemain (berdasar statistik standar) dengan diferensiasi finansial yang cukup besar. Oleh karena itu, Beane dan Brand membidik pemain berdasarkan On Base Percentage (OBP), statistik yang jarang dilirik pemandu bakat lain. Dengan analisa Brand, serta latarnya sebagai mantan pemain dan scout, Billy Beane kemudian mencari pemain-pemain unortodoks. Mantan bintang yang pernah cedera, pemain tua, pemain underdogs yang undervalued. Pada dasarnya ia mengumpulkan sesama "losers" yang termotivasi untuk membidik big runners. Aura "against all odds" memang kental di sini sebagai plot utama film Moneyball. Brad Pitt berperan dengan sangat meyakinkan sebagai Billy Beane (Pitt kemungkinan besar menjadi fore-runner di ajang penghargaan melalui peran ini). Sementara di klubnya sendiri, ia juga berperang melawan konservatisme, antaranya dari barisan scouts dan pelatih kepala yang diperankan oleh Phillip Seymour Hoffman. Moneyball diangkat dari buku Michael Lewis, Moneyball: The Art of Winning Unfair Game. Aaron Sorkin dan Steven Zaillian mengangkat buku tersebut menjadi naskah untuk sutradara Bennett Miller dengan tidak menjadikannya sebagai film klasik olahraga. Zaillian awalnya membuat film ini menjadi semi-dokumenter untuk sutradara Steve Soderberg. Semua karakter di film ini (kecuali Peter Brand) memang merupakan karakter nyata. Dalam perkembangannya, studio menolak skrip dan ide Soderberg, sehingga masuklah Sorkin sebagai co-writer untuk merevisi model skrip Zallian. Yang tersisa dari ide Soderberg barangkali masuknya footage asli pertandingan baseball, dan gaya penuturan analisis yang tampak mengalir seperti wawancara. Kita akan melihat sebuah silent process yang dibangun dalam film, seperti halnya "The Social Network" yang juga ditulis oleh Sorkin. Alur waktu tidak murni linier, dan kadang menyandingkan fragmen di far-past (Billy sebagai pemain) dan near-past (seperti gambaran kepastian Scott Hatterberg bergabung dan proses nego yang dibalik). Ini menjadikan film efektif dalam bertahan di aras utama mengenai sistem manajerial dari Billy Beane. Baseball mungkin bukan olahraga yang familiar bagi kita di Indonesia. Tapi jangan khawatir karena dimensi pembahasan dalam film ini menyentuh aspek yang lebih luas. Moneyball adalah film yang merangkul aspek lebih luas ketimbang film olahraga yang menonjolkan sisi heroisme dan underdog. Kritikus Roger Ebert menyebut film ini justru memberi banyak ide-ide bisnis (sesuai dengan judulnya). Meski demikian, tetap ada formulasi alur "losing - turnaround - heroic climax" yang ditampilkan, sebagai core dari film berbasis olahraga. Itu adalah elemen romantik dalam dunia olahraga, seperti yang kerap disampaikan Beane. "How can't we be romantic about baseball."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun