Climate change telah menjadi isu yang semakin mendominasi dalam hubungan internasional karena dampaknya yang meresahkan secara global. Isu perubahan iklim tidak mengenal batas negara dan mempengaruhi semua negara di seluruh dunia, oleh karena itu, menjadi isu yang membutuhkan kerjasama dan kolaborasi antara negara-negara untuk mengatasi tantangan yang dihadapinya.Â
Climate change juga menjadi isu utama dalam hubungan internasional karena dampaknya yang luas dan melibatkan partisipasi semua negara dalam upaya kolektif untuk mengatasi tantangan perubahan iklim.Â
Kolaborasi internasional, perjanjian, diplomasi iklim, dan kesadaran global adalah beberapa aspek kunci dari hubungan perubahan iklim dengan hubungan internasional. Climate change yang terjadi secara global ini merujuk pasa perubahan dengan jangka panjang terhadap pola cuaca dan iklim yang berada di seluruh dunia.Â
Perubahan iklim ini terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengeluarkan gas rumah kaca dan mengubah komposisi atmosfer bumi, sehingga aktivitas tersebut menyebabkan peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi, yang dikenal sebagai pemanasan global.Â
Perubahan iklim merupakan masalah global yang memerlukan kerjasama dari semua negara dan masyarakat. Upaya bersama dari seluruh dunia diperlukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi dampak perubahan iklim demi menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan aman untuk generasi mendatang.
Sejak awal abad ke-20, aktivitas manusia, terutama pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam) untuk transportasi, produksi energi, dan industri, telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas ini, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O), menyimpan panas di atmosfer dan menyebabkan efek rumah kaca. Efek ini menyebabkan peningkatan suhu rata-rata global dan perubahan iklim yang signifikan.Â
Aktivitas manusia atas ekspolitasi alam dan aktivitas indutrialisasi yang terjadi menghasilkan gas rumah kaca, yang akhirnya terjadi perubahan alamiah lingkungan. Gas rumah kaca yang menumpuk di atmosfer menyebabkan suhu bumi meningkat dan tidak wajar, dampak lainya menyebabkan permukaan air laut meingkat disebabkan oleh mencairnya es yang berada di kutub Utara dan Selatan.Â
Perubahan iklim secara global memiliki dampak luas dan beragam pada lingkungan, ekonomi, dan masyarakat. Dampaknya termasuk pencairan es kutub dan gletser, kenaikan permukaan laut, perubahan pola cuaca yang ekstrem seperti banjir dan kekeringan yang lebih sering terjadi, bencana alam yang lebih sering dan parah, dan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem dan kehidupan manusia.
Upaya untuk mengatasi perubahan iklim melibatkan dua pendekatan utama: mitigasi dan adaptasi. Mitigasi bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah peningkatan suhu global yang lebih lanjut. Ini mencakup transisi ke sumber energi terbarukan, konservasi energi, pengurangan deforestasi, dan praktik-praktik berkelanjutan dalam berbagai sektor. Sementara itu, adaptasi berfokus pada mengurangi dampak perubahan iklim yang sudah tidak dapat dihindari. Ini termasuk langkah-langkah seperti pengembangan infrastruktur tahan bencana, sistem irigasi yang efisien untuk menghadapi kekeringan, dan penyesuaian pola tanam untuk menghadapi perubahan musim.
Untuk menangani perubahan iklim tersebut tidak hanya dari pihak negara, namun juga dari korporasi. Multinational Corporation (MNC) sebagai salah satu penyumbang emisi karbon akibat dari proses produksinya, hingga akhirnya menyebabkan perubahan iklim. Setelah era perang dunia II ruang pembahasan ilmu Hubungan Internasional menjadi semakin luas salah satunya ialah isu lingkungan.Â
Isu lingkungan dimetaforakan menjadi tragedy of common, yakni krisi lingkungan yang terjadi di satu wilayah akan menyebabkan bencana di wilayah lainnya, hal ini penting untuk dibicarakan pada tingkat global. Coca-Cola yang merupakan bagian Multinational Corporation memiliki peran penting dalam menangani perubahan iklim.Â
Coca-Cola merupakan emitor yang lebih tinggi dari beberapa minuman lainnya, bahwa 330 ml Coca- Cola yang dijual di Inggris memiliki jejak karbon 170 g, sementara kaleng Coke Zero atau Coke Zero berukuran sama memiliki jejak 150 g. Botol kaca Coca-Cola 330-L memiliki jejak 360 g. Serangkaian aktivitas produksi yang dilakukan oleh korporasi dalam hal ini Cocal-Cola menyatakan bahwa dalam kemasannya, ia telah menyumbang bagian terbesar dari jejak karbon minuman, dengan angkata antara 30-70%.
Berikut beberapa upaya yang telah dilaksanakan oleh Coca-Cola dalam menanggulangi Fenomena Global Climate Change :
1.Coca-Cola berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon dari operasi dan rantai pasokannya. Ini dapat mencakup investasi dalam teknologi energi terbarukan, mengurangi penggunaan energi fosil, meningkatkan efisiensi energi, dan menggunakan transportasi yang lebih ramah lingkungan.
2.Coca-Cola berinteraksi dan berkolaborasi dengan pemangku kepentingan seperti pemerintah, LSM, dan masyarakat untuk memahami dan menanggapi isu-isu lingkungan, serta mengintegrasikan masukan dari berbagai pihak dalam strategi dan kebijakan perusahaan.
3.Coca-Cola meningkatkan transparansi dalam pelaporan tentang dampak lingkungan perusahaan dan kemajuan dalam mengatasi perubahan iklim. Pelaporan yang jujur dan terbuka akan membantu menciptakan kepercayaan dengan para konsumen dan pemangku kepentingan lainnya.
Melalui Conference of Parties (COP) yang ke-21 yang juga telah melahirkan Paris Agreement, Coca- Cola sebagai perusahaan multinasional menjadi salahh satu sponsor dalam pelaksanaan pertemuan perubahan iklim yang terjadi di Paris pada tahun 2015. Coca-cola telah ikut serta dalam proses diplomasi lingkungan, namun hanya sebatas memberikan dukungan dan penekanan agar perusahaan multinasional lain untuk menggunakan paris agreement sebagai landasar revolusi terhadap bisnis, sehingga akan terbangun perkekonmian yang ramah lingkungan. Coca-Cola juga melakukan upaya lain dengan melakukan pengelolaan air. Air yang merupakan sumber utama dari produksinya merupakan kerentanan saat perubahan iklim terjadi, maka dari itu ia mengelola air yang ada dengan bekerjasama World Wildlife Fund (WWF).Â
Kesadaran dari perusahaan multinasional bahwa sumber daya alam air yang ia gunakan tersebut didaur ulang kembali untuk dipergunakan oleh masyarakat. Melalui kemitraan dengan WWF, Coke membantu melestarikan tujuh cekungan sungai di seluruh dunia yang sedang tertekan, termasuk deltas Sungai Yangtze dan Mekong, serta sungai dan sungai di bagian tenggara Amerika Serikat.Â
Pentingnya penanganan air diberbagai sungai yang ada akan mempengaruhi produksi pasokan air tawar perusahaan. Hal tersebut merupakan upaya yang telah dilakukan Coca-Cola dalam membantu & berkontribusi secara positif dalam mengatasi global climate change. Coca-Cola juga harus konsisten dalam komitmennya dan memastikan bahwa upaya yang diambil benar-benar berdampak positif dalam jangka panjang. Upaya yang dilakukan Coca-Cola ini juga harus selaras dengan komitmen global untuk mencapai tujuan kesepakatan iklim, seperti yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas 2 Mata Kuliah Non-State Acors dengan Dosen Pengampu : Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phill., LLM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H