Mohon tunggu...
Putri SelitaFirdaus
Putri SelitaFirdaus Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas biasa

Menggemari berkegiatan di alam terbuka dan membaca buku yang selanjutnya dituangkan menjadi sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Eksistensi Kelenteng Toapekong sebagai Kelenteng Tua di Sijuk

18 November 2024   18:08 Diperbarui: 19 November 2024   15:39 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelenteng Toapekong Tampak Luar | Dokumentasi Pribadi Penulis

"Ada sebuah anggapan, siapa yang ingin beruntung maka harus tidur di bawah patung Toapekong..."

Anggapan tersebut merupakan kepercayaan yang beredar di daerah Belitong dan sudah mengakar kuat sejak dahulu kala, pertanyaannya kenapa harus Dewa Toapekong? Toapekong merupakan sosok dewa dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, terutama di Indonesia. Beliau dianggap sebagai pelindung, pembawa rezeki, dan keberuntungan.

Dalam eksistensinya, Toapekong dipuja dalam upacara atau perayaan tertentu kerap kali digambarkan dengan simbol -- simbol kekayaan serta kemakmuran. Dalam konteks budaya Belitong, Toapokong juga sering dikaitkan dengan aktivitas nelayan serta pertambangan.

Masih di daerah Sijuk tim Litbang menyambangi sebuah Kelenteng yang berusia 2 abad lebih, masih dengan gaya arsitektur sama namun terdapat beberapa penambahan sesuai fungsinya sebagai tempat peribadatan. Menjelang sore cuaca cukup bersahabat dengan angin sepoy-sepoy menerbangkan anak rambut, seiring dengan langkah yang mengekor dibelakang jemaat. Riuh rendah aktivitas yang ditimbulkan dari para pekerja yang membangun gerbang. Juga obrolan para jemaat sebelum melakukan sembahyang pada sore hari.

Sekedar duduk-duduk ataupun bercengkrama membahas isu sosial masyarakat yang tengah hangat diperbincangkan juga saling sapa menyapa setelah lama tak bersua menjadi pemandangan meneduhkan, menunggu penjaga Kelenteng yang sedang mengganti sesaji juga refil hio-hio yang akan digunakan para jemaat dalam berhubungan dengan para Dewa-Dewi. Keleteng yang masih ramai digunakan orang untuk sembahyang, selain terlihat dari banyaknya jemaat yang datang juga dari papan informasi disamping yang menunjukan kegiatan aktivitas serta ara donatur yang menyalurkan rezekinya untuk pembangunan serta keberlangsungan umur Kelenteng pertama di Pulau Belitong ini.

Di sebuah daratan Sijuk tidak jauh dari sungai yang terhubung langsung dengan lautan, berdiri sebuah kelenteng yang konon merupakan kelenteng tertua di Belitong. Dibangun pada tahun 1815 M sudah menjadi rekam jejak bagaimana kedatangan bangsa Tionghoa, serta perubahan-perubahan yang terjadi di Sijuk sebagai kota pelabuhan pada masa itu. 

Ketika pertama kali kapal-kapal dari Tionghoa tersebut bersandar, turun dua orang dengan kepercayaan berbeda yang kemudian mendirikan rumah peribadatan yang dewasa ini diketahui sebagai kelenteng tertua di Belitong dan 100 meter dari kelenteng berdiri sebuah Masjid tertua di Belitong dibangun pada tahun 1817 M.

Kedatangan kapal-kapal Tionghoa tersebut selain mendirikan bangunan peribadatan dua agama juga membawa kedelai yang akan dipakai dalam bercocok tanam untuk mengembangan tauco, tahu, tauge, dan banyak olahan lainya dari bahas dasar kedelai tersebut. Pendiri dari kelenteng Toapekong tersebut berasal dari Marga Liu. Di bawah patung Toapekong tersebut terdapat sebuah kain merah yang berisi cerita mengenai sejarah serta awal mula pembangunan kelenteng Toapekong tersebut. 

Dikenal sebagai kelenteng Toapekong karena merunjuk pada gambar atau patung dewa yang dipuja dalam kelenteng tersebut. Karena Toapekong terkenal bagus dan jitu dalam mengarahkan sesuatu, masyarakat pada masa itu percaya bahwa jika ingin menang dalam sebuah permainan judi, totalisator, dan peruntungan lainnya. Maka orang tersebut harus bermalam di kelenteng Toapekong, biasanya mereka akan bermimpi seperti diberikan petunjuk dan rata-rata berhasil. Akhirnya kehebatan serta keajaiban patung Toapekong tersebut terdengar oleh sekelompok totalisator sehingga mereka berhasil mengambil patung Toapekong tersebut beserta kain merah dibawahnya mengingat saat itu belum ada penjaga kelenteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun