"Yasudah kita istirahat makan di Restoran Bu X saja, enak-enak semua! Harus coba sate juga ikan bakar!"
Ibu begitu antusias menyarankan kami untuk mampir ke resto di rest area sekitar Purwakarta. Resto tersebut merupakan salah satu yang terkenal di kota asalnya, khususnya menu sate. Kami sekeluarga baru pulang menuju Jakarta, akhir pekan menuju ibu kota kemacetan tak bisa dihindari. Â Aku benci sekali makan di tempat terkenal pada jam-jam ramai, pasti sesak padat pengunjung, pikirku.
Dari tempat parkir restoran terlihat remang-remang dan benar saja penuh pengunjung. Sampai di muka resto samar-samar aku mencium aroma busuk seperti bangkai. Restoran yang cukup luas, sekelilingnya dipagari kayu dan pohon-pohon. Di bawah salah satu pohon pinggir muka resto aku menemukan batok kelapa yang sudah dilubangi bagian atasnya dan ditusuki tiga tusuk sate. Aneh, pikirku kenapa orang buang batok kelapa sembarangan?
"Apa gak ada tempat duduk lain? Bau bangke di sini!" kataku mengomentari tempat duduk paling ujung dalam resto.
"Ah bau apa? Perasaaan kamu saja itu!" Kakak menuduhku mengada-ada.
Setelah menunggu cukup lama, pesanan kami tiba. Kuakui satenya memang lumayan, tapi yang lainya? Ah apalagi ikan-ikan itu semua anyir dan amis darah!
Kulihat semua keluargaku makan begitu lahap, mereka terus memuji rasanya termasuk tanteku yang terkenal begitu pemilih soal makanan. Bagaimana bisa orang-orang begitu lahap dan bernafsu makan di tempat bau bangkai seperti ini? Tiba-tiba perasaanku tidak enak, aku merasa mual.
Aku berlari kecil menuju wastafel kemudian aku memperhatikan bahwa banyak sekali batok kelapa dengan tiga tusuk sate. Batok kelapa-kelapa tersebut seperti sengaja ditaruh pada bawah setiap pohon yang melingkari resto tersebut.
Ada satu pohon besar di dekat wastafel dan betapa terkejutnya aku melihat sesosok makhluk besar hitam memelototiku sambil mencengkram dahan. Makhluk itu kemudian membuka mulutnya dan dari mulutnya air liur menetes deras mengeluarkan bau busuk bangkai. Sontak kaget aku hapir saja menjerit tapi langsung membalikan badan berlari menuju keluargaku.
"Kenapa kamu lari-lari?" Kata Ibu kaget melihatku lari dan terduduk lemas.
"Aku... me-melihat genderuwo! Tadi ke tempat cuci tangan liat banyak batok kan kayak di luar? Ternyata ada banyak, dan di atas pohon ada genderuwo. Ayo pulang." Kataku sambil menahan ketakutanku.