Sudah cukup lama artikel tentang peranan wanita ini ingin saya tulis. Tak bisa dipungkiri keberadaan seorang wanita - perempuan, Ibu, istri, atau apalah sebutan untuk menamakan kaum hawa ini -sangatlah besar. Islam pun dengan lantang menyampaikan bahwa "akan baik suatu negara jika baik wanitanya," meskipun dunia majemuk yang patriaki menempatkan keberadaan laki-laki lebih "sedikit" ditinggikan dibandingkan wanita.
Jika boleh jujur, bukan bermaksud menggugat norma kebanyakan, meskipun terlahir tidak untuk ditempatkan jadi seorang pemimpin, wanita sangatlah menentukan "lahirnya" calon-calon pemimpin dan pemimpin hebat. Melahirkan bisa dalam arti harfiah dan juga arti lainnya. Dari rumah, seorang anak laki-laki lebih banyak belajar nilai baik atau buruk dari seorang Ibu. Ibu adalah manusia pertama yang dikenal oleh seorang anak. Seorang Ibu mengajarkan umpatan, cacian, keluhan, atau kearifan, kebijaksanaan, keluasan berfikir, keikhlasan, kesabaran dan lainnya selama masa janin berbagi nafas dengan Ibunya. Saat beranjak dewasa, tatkala Ayah harus sibuk mencari nafkah, maka kewajiban Ibu-lah untuk memperhatikan perkembangan moral sang anak. Tatkala seorang Ibu memilih ikut menghabiskan waktu diluar, jadilah posisi Ibu sebagai "guru" digantikan oleh perempuan lain yakni bibi pengasuh. Akibatnya, lahirlah penerus bangsa sekelas bibi pengasuh.
Ketika sudah dewasa, seorang istri-pun sosok hawa yang sangat menentukan cara berfikir dan gaya hidup sang calon pemimpin atau pemimpin. Istri pengertian dan bisa menempatkan diri sesuai kodratnya akan menentramkan serta jadi katalis lahirnya keputusan-keputusan hebat dari seorang laki-laki, Ayah, bos, Pak RT, Pak Lurah, Pak Camat, Pak Bupati, Pak Walikota, Pak Gubernur, Pak Dewan, Pak Menteri, Pak Presiden, dan Pak-Pak lainnya. Sebaliknya istri atau perempuan disekeliling para bapak-bapak tersebut juga mendorong terjadinya hal-hal buruk.
Ladies program yang saya beri tanda kurung dan tanda kutip diatas, mewakili kedasyatan perempuan, baik sebagai "programer" maupun apa-apa yang diprogramkan karena peranan perempuan "dibalik layar". Keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin tergantung Ladies' program-nya. Siapa yang tak kenal Baginda Rasulullah? Ada sosok Ibu, Khadijah dan Aisyah, yang mensupport beliau. Pak Harto yang katanya seorang diktator-pun tak lepas dari peran Bu Tien. Banyak mega proyek hadir karena kuatnya peran Bu Tien sebagai ladies' program, misalnya TMII dan Mekar Sari. Dibalik semua yang terbangun secara fisik, kita tidak tau lagi seberapa besar peran seorang ladies' program dalam lahirnya keputusan seorang pemimpin. Bisa saja lahirnya UU tentang PNS tidak boleh beristri lebih dari satu zaman dulu kala karena seorang Bu Tien tidak ingin Pak Harto menduakan beliau (?). Disamping itu, kemungkinan keputusan-keputusan yang kemudian jadi aturan legal tercetus atau mungkin dipaksakan lahir berawal dari "ranjang" sang pemimpin (?). Siapa sangka, bisa jadi pengangkatan menteri ini, menteri itu juga berawal dari sana (?).
Ah angan saya kok jadi melayang kepada Bu Ani, century, sampoerna, dan ladies' program ya???
***
menempatkan sesuatu pada kodratnya maka segala sesuatu akan beredar digaris edarnya. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H