Mohon tunggu...
Hellen Nur Qolbi
Hellen Nur Qolbi Mohon Tunggu... lainnya -

orang gak penting yang lagi belajar menulis tanpa ditunggangi kepentingan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Opportunity Cost

18 Mei 2012   09:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:08 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya manusia selalu berhadapan dengan pilihan. Apapun pilihannya butuh pertimbangan yang cermat, timbang sana dan timbang sini, dan timbangan kita biasanya akan jatuh ke timbangan yang berat. Timbangan ini biar berat, bisa diisi dengan berbagai justifikasi-justifikasi yang masuk akal menurut si penimbang.


Dalam ilmu timbang menimbang menurut orang pelit bin jlimet (akuntan) biasanya dikenal biaya relevan (relevan cost), inti dari relevan cost adalah jika biaya tersebut berbeda pada setiap pilihan, baru deh relevan untuk dipertimbangkan. Misalkan, kita memilih naik taksi atau naik bus? jika naik bus atau taksi sama-sama membutuhkan ongkos Rp. 5.000, (ini misalkan ya..) maka terhadap kedua pilihan tersebut tidak relevan untuk dipertimbangkan costnya, toh naik taksi maupun naik bus sama-sama butuh biaya lima ribu.


Biaya relevan biasanya bersinggungan dengan kajian biaya kesempatan (opportunity cost). Opportunity cost bisa diartikan sebagai kesempatan yang hilang akibat kita memilih sebuah alternatif. Semakin banyak kita bisa membuat list dalam menghitung kesempatan yang hilang terhadap alternatif yang disajikan maka semakin tepat keputusan yang kita ambil. Misal, ketika saya memutuskan mengambil beasiswa tuk melanjutkan studi. Saat keputusan ini saya ambil beberapa list yang saya buat, diantaranya penghasilan, karir, waktu (semakin rajin berfikir akan semakin banyak list yang muncul untuk dipertimbangkan). Sebagai pegawai (saja) beasiswa tentulah pilihan yang wajib diperhitungkan, saya mulai menghitung biaya kuliah dan biaya hidup yang ditanggung oleh sponsor dibanding dengan penghasilan (berupa honor-honor) yang hilang jika saya memilih tugas belajar, hasil yang saya hitung ternyata besar biaya yang saya terima dari sponsor ketimbang penghasilan yang hilang. Trus waktu, kebetulan pihak sponsor memberikan program akselerasi tuk penerima beasiswanya, 13 bulan tamat, ini sangat hemat waktu jika saya kuliah biasa. Karir, tak mudah mendapatkan beasiswa tersebut, jika saya mampu menembus beasiswa tersebut otomatis prestisenya mendukung karir saya ke depan, ini jauh lebih bagus jika saya mampu kuliah dengan biaya sendiri. Nah setelah ketiga pertimbangan tersebut maka jadilah saya dengan keputusan memilih membiayai kuliah saya dengan beasiswa..


Mungkin ada yang berfikir, tentu kuliah dengan beasiswa itu menguntungkan. Tidak selalu begitu, jika opportunity costnya lebih besar dibanding biaya sendiri maka biaya sendiri lebih bagus dibandingkan memilih beasiswa. Nah selamat mencoba tool opportunity cost untuk setiap pilihan-pilihan yang akan kita buat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun