Mohon tunggu...
Syamsul Hellal
Syamsul Hellal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Revisi Undang-undang KPK untuk Siapa?

19 Februari 2016   11:21 Diperbarui: 19 Februari 2016   12:07 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika anggota DPR tanpa rasa malu ngotot untuk merevisi undang-undang KPK, pada saat itu sebenarnya aspirasi dan kepentingan siapa yang diperjuangkan oleh DPR? Tentu saja dalam hal ini DPR sama sekali bukan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, melainkan sebaliknya malah menentang dan melawan aspirasi rakyat. Hal ini jelas terlihat karena begitu banyaknya rakyat yang tidak setuju dan memprotes napsu besar DPR untuk merevisi undang-undang KPK.

Paragraf ke 3 sumpah/janji anggota DPR yang tercantum pada Pasal 78 Undang-Undang MD3 berbunyi sebagai berikut: “bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Apakah DPR bisa mengatakan bahwa perjuangan mereka untuk merevisi undang-undang KPK adalah sebagai tindakan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang mereka wakili? Tentu mayoritas rakyat akan serempak mengatakan tidak. Kenapa? Karena rakyat tidak menginginkan revisi undang-undang KPK yang jelas-jelas akan melemahkan KPK. Lalu sebenarnya aspirasi siapa yang sekarang sedang diperjuangkan oleh DPR dengan sedemikian heroiknya? Pertanyaan ini tentunya tidak terlalu sulit untuk dijawab jika melihat betapa banyaknya anggota DPR yang tertangkap karena melakukan tindakan korupsi dan pencucian uang. Dari berbagai talk show yang menghadirkan pihak KPK dan pihak DPR sebagaimana yang acap dapat kita tonton di televisi, kita bisa melihat dengan jelas kebencian yang ditunjukkan oleh anggota DPR yang hadir di dalam talk show tersebut terhadap KPK. Sikap yang mereka pertontonkan seakan-akan ada dendam pribadi yang merasuk hati mereka terhadap KPK. Hal ini mungkin terjadi karena mereka merasa begitu terganggu dengan tindakan KPK yang membuat mereka tidak aman lagi untuk bermain proyek dan korupsi.

Baru-baru ini kita juga dipertontonkan pertengkaran sengit yang terjadi di gedung DPR antara penyidik KPK yang datang untuk menggeledah ruang kerja salah seorang anggota DPR di gedung DPR. Anggota DPR itu begitu marah dan ngotot dan mengucapkan kata-kata yang melantur untuk menghalangi pihak penyidik KPK melakukan penggeledahan dengan alasan bahwa tidak pantas pihak KPK datang dengan membawa senjata laras panjang ke gedung DPR. Tapi sukurlah bahwa pihak penyedik KPK yang sedang melakukan tugas tersebut tidak kalah debat dan tidak takut menghadapi anggota DPR yang terkenal angkuh itu.

Jika kita lihat dari 4 poin yang akan direvisi di dalam undang-undang KPK tersebut, mungkin hanya satu yang tidak terlihat akan memperlemah KPK, yaitu poin mengenai kewenangan KPK untuk merekrut penyelidik dan penyidik. Hal inipun jika dan hanya jika isinya seperti yang kita harapkan. Misalnya isi pasalnya berbunyi, “KPK diberi hak seluas-luasnya untuk merekrut sendiri tenaga penyelidik dan penyidik yang dibutuhkan”. Akan tetapi jika isi pasalnya berbunyi lain, misalnya, “KPK hanya dapat merekrut tenaga penyelidik dan penyidik apabila Polri dan Kejaksaan tidak mempunyai penyelidik dan penyidik yang cukup untuk dipinjamkan kepada KPK”, pasti ini juga tujuannya untuk melemahkan KPK.

Tiga poin lainnya secara terang benderang pasti akan melemahkan KPK, yaitu pembatasan kewenangan melakukan penyadapan, pembentukan dewasa pengawas KPK dan kewenangan KPK menerbitkan SP3. Anggota DPR dan sebagian kecil lagi pejabat di eksekutif pastilah mempunyai cara berpikir yang cacat jika mengatakan poin-poin tersebut direvisi demi menguatkan KPK. Bagaimana mungkin KPK bisa kuat dan bisa bekerja lebih cepat jika untuk melakukan penyadapan terhadap terduga korupsi harus meminta ijin terlebih dahulu. Bukan hanya tidak efisien dan buang-buang waktu, yang lebih fatal lagi adalah bahwa rencana penyadapan itu bisa bocor kepada pihak-piahk yang diduga sedang bergerilya melakuan deal-deal korupsi. Selanjutnya pembentukan dewan pengawas KPK itu untuk apa? Mengawasi kegiatan harian KPK sama saja mengganggu kecepatan dan keakuratan kerja KPK. Jika dewan pengawas itu untuk menjaga etika anggota KPK, maka dewan pengawas semacam itu sepertinya sudah ada di KPK. Lalu perlukah KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3? Adanya wewenang untuk menerbitkan SP3 akan menjadi celah bagi yang terlibat korupsi untuk melakukan deal-deal yang berujung pada penghentian penyidikan. Selain itu juga bisa menyebabkan pihak KPK menjadi berkurang kehati-hatiannya dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka karena mereka nantinya merasa bahwa jika ternyata kemudian tidak terdapat cukup bukti, maka mereka bisa saja menerbitkan SP3, dan masalah selesai. Ini yang tidak boleh terjadi. KPK harus tetap hati-hati dan akurat dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana korupsi agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

Semoga DPR mau berpikir secara jernih dan membatalkan niatnya untuk merevisi undang-undang KPK karena tindakan merevisi undang-undang KPK yang masih memenuhi kebutuhan KPK adalah akan sangat kontra produktif dan melawan aspirasi dan kehendak rakyat Indonesia.  

 

Jakarta, 19 Februari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun