Malam itu taxi melaju dengan kecepatan sedang, membelah keramaian Jakarta yang masih menyisakan sisa gerimis setelah sejak sore setia diguyur hujan.
Seperti biasa aku selalu memulai percakapan dengan Bapak sopir taxi, bagiku mengobrol dengan para sopir taxi selama perjalanan adalah suatu ritual yang menyenangkan karena dari mereka aku selalu mendapatkan berbagai kisah yang menarik.
"Nama saya Joko Prabowo, Bu..." ujarnya memulai percakapan.
Aku terpana, mungkin orang tua bapak ini tidak pernah menyangka kalau dua nama yang diberikan untuk anaknya ini, sekarang menjadi trending topik di Indonesia setidaknya untuk beberapa bulan terakhir.
"Ha...ha, Ibu pasti akan bertanya dalam pemilu nanti saya akan pilih siapa ya, itu pertanyaan hampir seluruh penumpang yang tahu nama saya," ujarnya sambil tertawa.
Saya ikut tertawa, "Lalu Bapak jawab apa?"
"Wah saya belum menentukan pilihan Bu, bingung karena dua orang itu berpadu dalam nama saya, saya tidak mau mengkhiananti keduanya dengan memilih salah satu dari mereka."
Saya mencoba memancing pendapatnya, "Bagaimana kalau Bapak pilih capres yang memberikan janji menciptakan kesejahteraan?"
Bapak itu tertawa,"Siapapun yang terpilih, saya tidak akan berubah menjadi lebih baik, tetap aja harus kejar setoran, bayar cicilan mobil, dikejar hutang pinjaman waktu anak saya masuk rumah sakit, karena kesejahteraan itu harus saya usahakan sendiri, urusan saya pribadi bukan urusan para capres."
Aku mengangguk-angguk, berarti tawaran kesejahteraan tidak berpengaruh bagi sebagian pemilih, contohnya bapak ini, lalu apa?.
"Terus seandainya Bapak milih,berdasarkan apa?" tanya saya penasaran.
"Wah saya bingung berdasarkan apa, penyanjungan terhadap para capres malah membuat saya muak, apalagi dinding facebook saya isinya kampanye semua."
"Bapak main facebook juga?"
"Iya Bu, lumayan nambah teman dan buat ngisi kekosongan sambil nunggu penumpang, banyak ilmu yang saya dapatkan, tapi beberapa hari terkahir ini gara-gara perbedaan pilihan, banyak teman-teman yang saling hujat saling hina, ujung-ujungnya saling unfriend bahkan blokir, malas saya."
Aku terdiam, inget kalau semalam juga memblokir beberapa orang yang hobinya kampanye hitam terhadap salah satu capres.
"Daripada terjadi perpecahan lebih baik ada capres alternatif kali ya Bu?"
"Capres nomor 3, kira-kira siapa ya kalau ada?"
"Hi hi seandainya saya punya kendaraan partai dan ada penyandang dana, saya ajukan Bapak jadi capres alternatif, cocok tuh Joko Prabowo!"
"Ha..ha Ibu nih guyon, tapi boleh juga ya nama saya Joko Prabowo, sayalah satria piningit yang dinanti bangsa Indonesia, perpaduan kerakyatan Jokowi dan kegagahan Prabowo!"
"Setuju pak, bisa jadi pilihan orang-orang yang bingun dengan capres no 1 dan 2 bisa beralih ke Bapak."
"Sayang ya Bu, saya bukan siapa-siapa, tidak akan ada yang menyandang dana buat saya, tidak ada media yang mau memblow up saya, kelebihan saya cuma karena saya punya nama Joko Prabowo."
Hari semakin larut, tidak terasa sudah hampir sampai rumah.
"Kalau saya boleh usul, sama siapa ya...mungkin untuk pemilihan presiden berikutnya tidak perlu ada wakil presiden, jadi calon presiden aja."
"Memang kenapa?"
"Iya, misalkan ada calon presiden empat orang, nah kalau yang mendapat suara terbanyak jadi presiden, yang suara terbanyak dua jadi wakil presiden, suara terbanyak tiga bolehlah jadi menteri, jadi enggak akan ada permusuhan diantara pendukung."
" Wah ide Bapak ini boleh juga ya, tapi ngajuin usulnya sama siapa?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H