Tentunya kita muak dengan persoalan ini, namun sampai kapan ini berakhir? Menurut penulis ada beberapa hal yang perlu dibenahi sebagai upaya penanganan kasus korupsi di Indonesia. Pertama, perlu dilakukan penguatan teknis institusional atau kelembagaan khususnya institusi penegak hukum, sebab masifnya korupsi terjadi karena disfungsi institusi, akibat menguatnya hidden interest APH dengan elit-elit yang tersandung korupsi. Penguatan institusional atau kelembagaan berupa perbaikan tata kelola kebijakan penanganan, SDM, maupun penguatan instrumen penanganan korupsi.
Kedua, melihat persoalan penanganan korupsi sebagai persoalan ekonomi-politik. Secara ekonomi politik, persoalan korupsi bermuara dan berakar dari tatanan masyarakat berkelas. Dalam tatanan masyarakat berkelas, relasi kekuasaan terjalin antara dua kelompok yang berseberangan yakni antara elit penguasa dengan masyarakat yang dikuasai.Â
Tatanan masyarakat kapitalistik seperti saat ini, elit penguasa (oligarki & kapitalis) menindas kelas sosial lainnya dengan merampok nilai lebih dan sumber daya negara (melakukan korupsi) untuk kepentingan mereka. Karenanya, secara ekonomi-politik dilakukan dengan penguatan gerakan sosial politik bagi masyarakat untuk mewujudkan tatanan tanpa kelas. Sehingga politik tidak asing bagi rakyat yang berada di pinggiran, dan politik bukan urusan para pembesar yang dekat dengan bidang kekuasaan.
Oleh karena itu, dengan meletakkan penanganan korupsi sebagai persoalan teknis prosedural dan persoalan ekonomi politik, setidaknya dapat mencegah niat pembonsaian elit-elit politik penguasa selama ini tidak pernah konsisten untuk menuntaskan tugas dan tuntutan reformasi, salah satunya adalah penyelesaian kasus korupsi sampai ke akar-akarnya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H