Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

HAM di Indonesia

14 November 2017   23:17 Diperbarui: 14 November 2017   23:24 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dimiliki manusia sejak ia masih dalam kandungan. Hak-hak ini mengandung prinsip moral atau norma yang mengatur setiap perilaku manusia dan dilindungi oleh hukum lokal maupun internasional. Ketentuan tentang HAM telah diatur dalam pembukaan dan 30 pasal pada Universal Declaration of Human Rights yang menjamin dan mengakui hak-hak asasi manusia di dunia yang dimuat dalam konstitusi negara masing-masing. Sedangkan di Indonesia sendiri, HAM diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 1999.

Awal mula HAM mendapat perhatian dalam dunia internasional adalah ketika PBB membentuk Komisi PBB untuk HAM pada 1946. Kemudian penegakan HAM semakin nyata dengan dikeluarkannya Universal Declaration of Human Rightsoleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948. Hal ini pun mendorong Indonesia turut memberi perhatian pada HAM dengan dibentuknya Komnas HAM pada 7 Juni 1993 dan membuat berbagai Undang-Undang yang mengatur tentang HAM.

HAM bersifat universal maka HAM berlaku untuk siapa pun di mana pun dan kapan pun. HAM juga tidak dapat dihilangkan atau dibagikan. Selain itu, HAM juga memiliki sifat hakiki, yakni HAM pasti dimiliki oleh setiap manusia sejak ia dalam kandungan.

Namun, apakah HAM ini benar-benar telah ditegakkan di Indonesia? Bagaimana dengan kasus Marsinah pada 1993, Munir pada 2004, kerusuhan Trisakti 1998, dan Petrus pada masa Soeharto? Masihkah peristiwa-peristiwa tersebut terekam daalam benak kita? Atau apakah luka dari berbagai peristiwa tersebut belum sembuh hingga kini? Ya, peristiwa tersebut membuktikan bahwa HAM di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana.

Masih banyak ketidakadilan dalam negara ini. Beliau yang punya banyak harta begitu dijunjung tinggi dan seakan kebal akan hukum. Sedangkan mereka yang tak memiliki harta banyak dan jabatan diperlakukan seenaknya. Sudah tak dapat dihitung lagi pejabat-pejabat yang mengambil uang rakyat dinyatakan tak bersalah dan dengan bebasnya berkeliaran tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Namun bagi mereka yang hanya mencuri ayam tetangga untuk sesuap nasi, hukum seakan pisau yang sangat tajam.

Diskriminasi terhadap suku, ras, agama, dan etnis tertentu juga belum hilang sampai saat ini. Walaupun hal ini tak terlihat, namun nyatanya masih banyak kaum minoritas yang tidak bisa mendapat haknya secara utuh.

Tidak hanya peristiwa-peristiwa besar seperti di atas, berbagai masalah kecil dalam hidup sehari-hari kita pun bisa menjadi bentuk pelanggaran HAM. Tak dapat dipungkiri, banyak anak yang kehilangan haknya untuk mendapat pendidikan, maalah dijadikan alat untuk mencari uang. KDRT pun masih sering terjadi hingga kini. Dan masih banyak lagi kejadian-kejadian lainnya.

Ternyata hambatan dalam penegakan HAM di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Letak geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau yang dipisahkan oleh perairan yang luas membuat sesama WNI dalam pulau yang berbeda sulit berkomunikasi. Norma adat atau kebudayaab lokal yang telah berakar kuat di masyarakat terkadang bertentangan dengan HAM. Dan dari kesemuanya itu, masalah yang paling utama adalah keegoisan dari dalam diri manusia.

Berbagai peristiwa tersebut sudah seharusnya dijadikan pelajaran oleh kita sebagai WNI. Tak hanya jajaran pejabat dalam pemerintahan saja, namun kita sebagai WNI juga perlu menjadikannya pelaajaran, bahkan walaupun kita masih muda tak menutup kemungkinan untuk dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan HAM. Asal ada kemauan dari dalam diri kita untuk melakukannya, kita pasti bisa. Dasar negara Pancasila, itulah yang harus kita pegang erat-erat sebagai pedoman kita berkehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri dan menurunkan keegoisan, kita pasti bisa!

Helena Oktaviani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun