Waktu saya masih kecil, saya sangat suka membaca majalah yang berisi cerita tentang Deni Manusia Ikan yang dikarang oleh Scott Goodall. Saya menyukai bagaimana Deni manusia ikan berjuang untuk laut yang di cintainya dan untuk teman-temans makhluk hidup di laut yang tidak bisa berbicara bahasa manusia.Â
Gambar yang dibuat oleh John Stokes menambah keasyikan saya membaca petualangan Deni Manusia Ikan. Dari komik ini paling tidak, anak-anak belajar memahami bahwa ada kehidupan dan petualangan di Laut dan di sumber-sumber air tawar.
Seingat saya sewaktu saya masih kanak-kanak, saya tidak pernah membuang sampah ke laut. Sampai saya dewasa pun seingat saya, saya juga tidak pernah membuang sampah ke laut. Tetapi yang saya binggung, kalau membaca berita di surat kabar selalu mengatakan sampah yang dibuang masyarakat di darat bisa hanyut sampai ke laut, melukai makhluk hidup di sana dan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi ikan hasil laut tercemar.Â
Semakin dicari tahu ternyata masalahnya adalah di TPA. Sistem penimbunan sampah di landfill ternyata menimbulkan masalah terutama saat angin kencang, hujan besar dan banjir. Banjir membawa sampah dari darat masuk ke sumber-sumber air tawar dan masuk ke Laut, sehingga sumber air tawar dan laut menjadi tercemar.
Kalau saya melihat berita-berita di koran maupun informasi di website, sebenarnya sudah banyak gerakkan dari masyarakat untuk peduli pada sampahnya agar tidak mencemari laut. Mulai dari aksi bersih-bersih pantai, bersih-bersih kali, program pilah sampah di bank sampah dan donasi sampah, keberadaan tempat-tempat pengisian produk isi ulang untuk mengurangi kemasan plastik dan masih banyak lagi berbagai kegiatan lainnya.Â
Kegiatan tersebut ada yang dilakukan hanya sekali saja tetapi ada pula yang berusaha melakukan secara kontinu. Sudah bertahun-tahun kita semua memperingati Hari Kelautan Nasional setiap tanggal 2 Juli. Â
Dalam peringatan tersebut masyarakat Indonesia sudah selalu diajak menjaga kelestarian alam khususnya laut agar tidak tercemar. Tetapi toh sampai hari ini, kita tetap mendengar masalah sampah plastik yang mencemari sumber air tawar dan laut kita.Â
Jadi salahnya di mana? Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2040 pesisir dan laut Indonesia diharapkan terbebas dari sampah plastik yang membahayakan lingkungan sekitar. Banyak rencana yang sudah dan akan dilakukan Pemerintah untuk mencapai target tersebut. Dapat dibaca di website Indonesia.go.id - Selamatkan Laut dari Sampah Plastik, maupun website mongabay.co.id
Kalau saya sebagai anggota masyarakat dan sebagai seorang dosen, melihat masalah ini sebenarnya ada di bagian humaniora yang makin hari makin kian tersisih.Â
Mengapa saya katakan demikian? Karena bagi orang modern dan pendidikan modern, biasanya hanya berfokus pada manfaat dan prestasi semata. Â Jadi apa bagusnya belajar humaniora?Â
Humaniora dapat memberikan kepada orang yang mempelajarinya suatu wawasan yang cukup luas, kapasitas untuk berubah dan melakukan perubahan jika diperlukan, mampu membuat visi yang kreatif untuk keberlanjutan, mempunyai kepekaan untuk berbagai implikasi sosial dan kultur, dan kemampuan untuk melihat the whole picture.Â
Jumlah mahasiswa yang berminat untuk program-program studi humaniora juga masih sangat sedikit, kalaupun ada, mutunya tidak meyakinkan. Hal ini berhubungan dengan posisi humaniora yang masih lemah, yang dianggap sebagai kelas kambing dan jarang dilirik oleh orang-orang yang mengatakan diri mereka dari jalur IPA.Â
Untuk infrastruktur akademis yang mendukung prodi humaniora juga lemah umumnya, karena banyak universitas memberikan prioritas mutlak kepada pengembangan ilmu dan teknologi. Â
Pendidikan modern di berbagai Prodi mengajarkan "Saya mengidentifikasi maka saya ada", "Saya memeriksa maka saya ada", "Saya menganalisa maka saya ada", "Saya mendesain maka saya ada", "Saya membangun maka saya ada", "Saya merancang maka saya ada", "Saya untung maka saya ada". Hanya pendidikan humaniora yang mengajarkan "Saya berpikir maka saya ada".Â
Kalau saya boleh usul kepada Pemerintah, Instansi dan Masyarakat, siapapun yang terpanggil berkontribusi dalam menyelamatkan Laut Indonesia, ada baiknya belajar ilmu humaniora agar semua rencana yang dipikirkan bisa dipertanyakan kembali untuk dimatangkan melalui proses berpikir sebagai manusia laut.  Karena saya menyukai  Sekolah Tinggi Filsafat - Driyarkara , driyarkara.ac.id maka saya mempromosikan sekolah ini sebagai tempat yang paling cocok untuk belajar humaniora.Â
Ayo berjuang memajukan humaniora di Indonesia!
 Ayo berjuang untuk Laut Indonesia bebas sampah!
Selamat Memperingati Hari Kelautan Nasional, 2 Juli 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H